ARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA DALAM TATARAN
KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI
Abstract. There are several issues that arise related to education. Education is not the same as teaching. Education is abusiness that is conscious, deliberate, patterned, and can be evaluated by educators to foster and develop the potential that exists within learners. Direction of education policy at the level of the nation was held in the framework of the intellectual life of the nation that is based on faith and piety and noble character. Direction of the nation's education is ai med at producing human resources in Indonesia that have character: faithful and pious to God The Godhead , noble, healthy, knowledgeable, skilled, creative, independent, beinga democratic citizen, and accountable. Inthe level of practice; the implementation of education has not implemented correctly in accordance with the direction of education policy . The practice at all levels; including at the level of early childhood and elementary school still more emphasis on teaching to the intellectual property in sharpening cognitive potential alone, and very little regard for moral
education/character. For that, there needs to be a correction to the process of implementation of education policy to achieve quality education that produces superior human resource , righteous and noble.
education/character. For that, there needs to be a correction to the process of implementation of education policy to achieve quality education that produces superior human resource , righteous and noble.
PENDAHULUAN
Dewasa ini hampir setiap hari didapati berita mengenaskan di media massa, baik melalui media elektronik (televisi, radio, atau internet) maupun media cetak (koran, tabloid, majalah, dan lain-lain). Hampir setiap hari berita tentang tindak kekerasan, kejahatan seksual, korupsi, maupun penyalahgunaan narkotika disuguhkan oleh media massa. Banyak sekali berita mengenaskan yang disuguhkan seperti pejabat terlibat korupsi,tawuran antar warga, tawuran antar pelajar, tawuran antar supporter olah raga, tawuran antar sesama penonton pertunjukkan musik, remaja terlibat narkoba, nyontek pada saat ujian nasional, dan lain-lain. Fenomena ini sungguh sangat mengenaskan, seakan berada dalam kehidupan zaman primitif yang masih jauh dari masyarakat yang berperadaban.Apakah ini merupakan hasil dari proses pendidikan bangsa selama ini? Fenomena-fenomena ini terjadi pada saat negeri ini telah merdeka sejak 67 tahun yang lalu. Usia kemerdekaan yang sudah cukup tua. Jika diibaratkan dengan usia hidup seorang manusia, maka 67 tahun merupakan usia yang sudah sangat matang.Bahkan
anggaran untuk pendidikanpun sesuai amanat undan-undang dasar sudah ditingkatkan.Salah satu cita-cita bangsa Indonesia merdeka yaitu mencerdaskan bangsa. Oleh karenanya, sejalan dengan cita-cita kemerdekann bangsa Indonesia tersebut, maka pendidikan merupakan hal yang harus mendapat prioritas. Dalam upaya pembangunan bidang pendidikan ini, undang-undang dasar hasil amandemen telah mengamanatkan bahwa minimal 20% APBN/APBD diperuntukkan untuk bidang pendidikan. Harahap (2011) menyebutkan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 225,2 triliun atau 20% dari APBN tahun 2010, dan Rp 266,9 triliun atau 20,2% dari APBN tahun 2011.Melengkapi ini, berita harian Media Indonesia Jujur Bersuara tanggal 6 Juni 2012 menyampaikan rincian anggaran pendidikan tahun 2009 sampai 2012 seperti berikut
Tabel 1. Anggaran Pendidikan Tahun 2009 -2012
Dalam upaya pembangunan bidang pendidikan, pemerintah telah menetapkan kebijakan WAJAR (wajib belajar) 9 tahun, bahkan untuk beberapa daerah tertentu telah mencanangkan WAJAR 12 tahun. Melalui kebijakan ini, diharapkan bahwa setiap warga negara Indonesia minimal berpendidikan sampai tingkat SMP (sekolah menengah pertama) atau sederajat. Selain program WAJAR 9 tahun, upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan masyarakat pun terus dikembangkan. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan pengadaan beasiswa-beasiswa, program bidik misi di perguruan tinggi, dan lain-lain. Masyarakat pun tidak tinggal diam. Banyak lembaga-lembaga masyarakat pun turut serta dalam meningkatkan angka partisipasi pendidikan ini. Lembaga pendidikan swasta seperti UNINDRA (Universitas Indraprasta PGRI) turut aktif menyelenggagarkan pendidikan dengan dana yang terjangkau oleh masyarakat. Melalui program-program ini, maka angka partisipasi pendidikan masyarakat pun menjadi meningkat. Masyarakat yang mengenyam pendidikan dengan masa pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi pun semakin banyak.
Tabel 2. Peringkat Daya Saing Beberapa Negara ASEAN Tahun 2011
Daya saing merupakan cerminan dari produktivitas kulitas sumber daya manusia yang dimiliki suatu bangsa. Lebih lanjut Suhendar (2012) menyampaikan, daya saing didefinisikan sebagai kondisi institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas ekonomi suatu negara. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi akan melahirkan produk tivitas yang tinggi, dan akhirnya mencerminkan daya saing bangsa yang tinggi. Daya saing yang tinggi berpotensi untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan selanjutnya dapatmeningkatkan kesejahteraan bangsa sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.Terkait dengan penjelasan di atas, maka timbul beberapa permasalahan yang harus dipahami,direnungkan dan dikaji bersama. Diantara beberapa permasalahan
tersebut yaitu:
tersebut yaitu:
- Apa sebenarnya hakikat pendidikan?
- Bagaimana kebijakan arah pendidikan bangsa?
- Bagaimana implementasi pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional? Beberapa masalah ini akan dikaji dan dipaparkan dalam makalah ini
PEMBAHASAN
Pendidikan Atau Pengajaran
Pendidikan Atau Pengajaran
Dewasa ini banyak orang kurang memahami arti pendidikan. Apa itu pendidikan? Pendidikan seringkali diartikan secara sempit sebagai pengajaran di sekolah. Bahkan lebih sempit lagi diartikan sebagai pengajaran di dalam kelas. Pendidikan seharusnya memiliki arti yang jauh lebih luas dari pada sekedar pengajaran. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) nomor 20 tahun 2003mendefinisikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam bahasa yang berbeda, “Bapak Pendidikan Nasional” Dewantara dalam Warli dan Yuliana (2011: 208) menyatakan bahwa, “... pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak.” Proses kegiatan pendidikan disebut dengan mendidik. Bentuk-bentuk kegiatan mendidik banyak ragamnya tergantung pada aspek apa yang harus kita didik. Mengajar, membimbing, melatih, mengarahkan, memberi contoh, dan membiasakan merupakan contoh-contoh dari bentuk kegiatan mendidik.
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar yang disengaja, terencana,terpola, dan dapat dievaluasi, yang diberikan kepada peserta didik oleh pendidik agar tercapai kemampuan yang optimal.Pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan yang ada dalam diri peserta didik. Potensi-potensi dimaksud diharapkan agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan bangsa. Oleh karena itu pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjanghayat. Tanpa pendidikan, mustahil manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi untuk maju, sejahtera dan bahagia.
Dalam pendidikan terdapat upaya yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam rangka mendewasakan atau mengembangkan potensi peserta didik. Setiap peserta didik memiliki potensi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, seharusnya pendidikan disesuaikan dengan kondisi setiap peserta didik. Model kegiatan pendidikan di sekolah yang lebih banyak menyeragamkan pola pengajaran secara klasikal, sesungguhnya kurang tepat. Model pembelajaran klasikal, dengan slogan “masuk bareng keluar bareng” menyalahi dari konsep pendidikan yang sesungguhnya. Pembelajaran di sekolah sebagai salah satu bentuk model pendidikan, seharusnya dilakukan dengan azas demokrasi. Dalam azas demokrasi, pendidikan harus berlangsung dan disesuaikan dengan potensi dan kecepatan daya tangkap masing-masing peserta didik.
Pendidikan harus dilakukan dalam upaya mengembangkan semua ranah atau dimensi yang ada dalam diri peserta didik. Ada 5 (lima) potensi atau ranah pendidikan yang harus dikembangkan dalam diri setiap peserta didik yaitu: ranah pikir, ranah rasa, ranah karsa, ranah religi, dan ranah raga.Ranah pikir merupakan potensi peserta didik yang terkait dengan akal pikiran dan penalaran. Potensi pikir peserta didik ada di dalam otak (brain) peserta didik. Ranah rasa merupakan potensi peserta didik yang terkait dengan aspek emosional baik berupa amarah, kesedihan, ketenangan, maupun kegembiraan. Potensi rasa peserta didik ada di dalam hati sanubari(qolbu) peserta didik. Ranah karsa merupakan potensi peserta didik yang terkait dengan dororangan jiwa untuk berkehendak atau berkeinginan. Potensi karsa peserta didik ada dalam jiwa (psikis) peserta didik. Ranah religi merupakan potensi peserta didik yang terkait dengan kepercayaan dan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Potensi religi peserta didik ada dalam ruh atau “sejatinya hidup”peserta didik. Ranah raga merupakan potensi peserta didik yang terkait dengan gerak dan ketrampilan fisik. Potensi raga terletak pada seluruh anggota tubuh (fisik) yang dimiliki peserta didik.
Untuk menghasilkan generasi bangsa yang yang berilmu, cakap dan bermoral maka proses pendidikan di sekolah harus memberikan fungsi yang berimbang antara pendidikan dan pengajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Wijayanto (2011) yang menyatakan, “Sekolah modern dalam melaksanakan fungsinya perlu memberi porsi seimbang antara pengajaran dan pendidikan. Pengajaran adalah lebih menyangkut aspek pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupannnya kelak. Sedang pendidikan lebih menyangkut aspek kepribadian.” Kegiatan pengajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi peserta didik yang terkait dengan potensi pikir (intelektual) dan potensi raga (kinestetik). Sementara, kegiatan pendidikan lebih ditekankan untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi peserta didik yang terkait potensi rasa, karsa dan religi (kecerdasan sosial, semengat jiwa, serta keimanan dan ketakwaan). Pola perimbangan antara aspek pengajaran dan pendidikan harus disesuaikan dengan setiap level/jenjang pendidikan. Pada jenjang pendidikan level bawah seperti pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD), porsi aspek pendidikan harus lebih banyak dari pada aspek pengajaran. Sebaliknya untuk jenjang pendidikan tinggi, porsi aspek pengajaran harus lebih banyak dari pada aspek pendidikan. Proses pendidikan pada jenjang PAUD dan SD seharusnya lebih diutamakan untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi moral peserta didik. Potensi moral yang harus dikembangkan meliputi moral diri (potensi karsa), moral sosial (potensi rasa), dan moral keimanan dan ketakwaan (potensi religi). Pola pembelajaran yang dikembangkan harus lebih ditekankan pada proses keteladanan, kepeloporan dan pembiasaan. Hasil-hasil pendidikan yang diharapkan harus lebih diorientasikan untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kepribadian yang kuat, berakhlak mulia, serta beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, bukan sekedar menghasilkan peserta didik yang pandai berhitung, menulis dan membaca. Permasalahannya, apakah proses pendidikan yang ada sudah berlangsung seperti ini?
Kebijakan Arah Pendidikan Bangsa
Fenomena degradasi moral yang terjadi dan sedang melanda bangsa ini merupakan indikasi kegagalan pembangunan bidang pendidikan. Korupsi sudah merajalela dan mewabah pada hampir seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pejabat hingga ke tukangparkir. Tindak kekerasan dan tawuran ada dimana-mana, mulai dari tawuran antar pelajar, tawuran antar supporter olah raga, tawuran antar sesamapenonton pertunjukkan musik,tawuran antar warga, hingga tawuran antar sesama anggota DPR. Penyalahgunaan narkotika ada pada hampir semua lapisanmasyarakat, mulai dari pejabat, artis hingga pelajar dan rakyat jelata. Gaya hidup hedonisme, yang lebih mengutamakan dan mementingkan aspek materi dalam mengukur keberhasilan hidup seseorang telah menjangkit pada sebaian besar sendi-sendi masyarakat. Gambaran tersebut merupakan sebagian dari contoh-contoh penyakit moral bangsa yang sedang melanda bangsa Indonesia. Gambaran tersebut juga merupakan realita dari hasil pendidikan bangsa Indonesia yang sudah merdeka sejak 67 tahun yang lalu. Bahkan Salido (2011) menambahkan, “Selain kondisi yang terus terpuruk, bangsa Indonesia masih harus dibebani segopok citra buruk yang dipikulnya. Misalnya bangsa Indonesia dijuluki sebagai bangsa kuli, bangsa terkorup di dunia, tidak disiplin, munafik, ceroboh, suka melempar tanggung jawab, dan berbagai hinaan lainnya.”Mengapa hal-hal tersebut terjadi? Apakah pembangunan pendidikan di Indonesia tidak punya arah yang jelas?
Para pendiri bangsa telah menetapkan kebijakan arah pendidikan bangsa sejak ditetap kannya Undan-Undang Dasar 1945 sebagai undang-undang dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus1945. Kebijakan arah pendidikan bangsa Indonesia dirumuskan sebagai salah satutu juan dibentuknya Negara Indonesia merdeka seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu: “mencerdasakan kehidupan bangsa ... yang berdasarkankemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Pola kebijakan pendidikan di Indonesia harus didasarkan pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia seperti yang tertuang pada Pancasila. Pendidikan di Indonesia harus diarahkan untuk menghasilkan
sumber daya manusia Indonesia yang berilmu dan cakap yang dilandasi kepribadian yang kuat, berakhlak mulia, serta beriman dan bertakwa kepa Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen mempertegas kebijakan arah pendidikan bangsa Indonesia yaitu, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.” Surakhmad (2009: 188) mengatakan,“Pendidikan nasional diciptakan ... untuk menjadi kekuatan yang menentukan dalam membangun bangsa berdasarkan cita-cita berbangsa sesuai dengan amanah Pancasila dan UUD 1945.” Berdasarkan hal tersebut, maka sudah jelas bahwa arah pendidikan yang harus dikembangkan di Indonesia yaitu pendidikan yang tidak hanya sekedar menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas intelektualnya saja, melaikan jugaharus disertai dengan cerdas sosial, cerdas pribadi (kejiwaan), dan cerdas spiritualnya. Untuk maksud ini, Muhyidin (2012) mengatakan, Dalam menjalankan sistem pendidikan nasional haruslah dirancang mekanisme yang baik, terencana, terarah dan terintegrasi dalam misi peningkatan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, atau pembangunan moral.Jadi kebijakan arah pendidikan nasional bangsa Indonesia yaitu untuk meningkatkan kualitas akhlak mulia serta keimanan dan ketakwaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan kebijakan arah pendidikan tersebut, selanjutnya dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas ditetapkan tujuan pendidikan nasional bangsa Indonesia. Pasal 3 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Masa Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga Negara yang demokratis, dan bertanggung jawab.” Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 ada 9 (sembilan) karakter/ ciri sumber daya manusia Indonesia yang dilahirkan melalui proses pendidikan nasional yaitu :
sumber daya manusia Indonesia yang berilmu dan cakap yang dilandasi kepribadian yang kuat, berakhlak mulia, serta beriman dan bertakwa kepa Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen mempertegas kebijakan arah pendidikan bangsa Indonesia yaitu, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.” Surakhmad (2009: 188) mengatakan,“Pendidikan nasional diciptakan ... untuk menjadi kekuatan yang menentukan dalam membangun bangsa berdasarkan cita-cita berbangsa sesuai dengan amanah Pancasila dan UUD 1945.” Berdasarkan hal tersebut, maka sudah jelas bahwa arah pendidikan yang harus dikembangkan di Indonesia yaitu pendidikan yang tidak hanya sekedar menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas intelektualnya saja, melaikan jugaharus disertai dengan cerdas sosial, cerdas pribadi (kejiwaan), dan cerdas spiritualnya. Untuk maksud ini, Muhyidin (2012) mengatakan, Dalam menjalankan sistem pendidikan nasional haruslah dirancang mekanisme yang baik, terencana, terarah dan terintegrasi dalam misi peningkatan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, atau pembangunan moral.Jadi kebijakan arah pendidikan nasional bangsa Indonesia yaitu untuk meningkatkan kualitas akhlak mulia serta keimanan dan ketakwaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan kebijakan arah pendidikan tersebut, selanjutnya dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas ditetapkan tujuan pendidikan nasional bangsa Indonesia. Pasal 3 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Masa Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga Negara yang demokratis, dan bertanggung jawab.” Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 ada 9 (sembilan) karakter/ ciri sumber daya manusia Indonesia yang dilahirkan melalui proses pendidikan nasional yaitu :
- Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Masa Esa,
- Berakhlak mulia,
- Sehat,
- Berilmu,
- Cakap,
- Kreatif,
- Mandiri,
- Menjadi warga Negara yang demokratis, dan
- Bertanggung jawab.
Kesembilan karakter manusia Indonesia initelah mencakup kelima ranah/potensi pendidikan. Pengembangan potensi pikir (kecerdasan intelektual)yaitu ditandai dengan dihasilkannya sumber daya manusia Indonesia yang berilmu dan kreatif. Pengembangan potensi rasa (kecerdasan sosial) ditandai dengan dihasilkannya sumber daya manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menja di warga Negara yang demokr atis. Pengembangan potensi karsa (kecerdasan psikis/jiwa) ditandai dengan dihasilkannya sumber daya manusia Indonesia yang mandiri dan bertanggung jawab. Pengembangan potensi religi (kecerdasan spiritual) ditandai dengan dihasilkannya sumber daya manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.Pengembangan potensi raga (kecerdasan kinestetik) ditandai dengan dihasilkannya sumber daya manusia Indonesia yang sehat dan cakap.
Arah pendidikan bangsa Indonesia sudah bersifat utuh dan menyeluruh meliputi semua ranah pendidikan yaitu bertujuan untuk mengembangkan semua potensi yang ada dalam diri peserta didik. Muhyiddin (2012) mengatakan, “Disamping untuk meningkatkan kepandaian dan intelektualitas, proses pendidikan juga harus dijiwai dengan nilai-nilai peningkatan keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia, karena disinilah arah pendidikan nasional kita yang telah diatur undang-undang.” Pendidikan tidak hanya ditujukan untuk melahirkan generasi penerus bangsa yang cerdas menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sajaatau hanya sekedar cerdas intelektualnya saja. Pendidikan juga harus diarahkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas sosial, cerdas pribadi /jiwa, cerdas spiritual, dan cerdas kinestetiknya.Untuk menghasilkan peserta didik yang menguasai ranah pikir (kecerdasan intelektual) yang tinggi, model pendidikan dapat dilakukan dengan bentuk pengajaran dalam rangka transfer of knowledge. Sementara itu, upaya untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki ranah rasa (kecerdasan sosial), ranah karsa(kecerdasan jiwa/psikis), dan ranah religi (kecerdasan spiritual) yang tinggi, maka model pendidikan yang harus dikembangkan melalui pemberian contoh (keteladanan), kepeloporan dan pembiasaan dalam rangka transfer of valueatau pembudayaan nilai-nilai karakter bangsa. Sedangkan upaya untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki ranah raga (kecerdasan kinestetik) yang tinggi, maka pendidikan dapat dilakukan melalui model latihan dan pembiasaan dalam rangka mengembangkan gerak reflek dan kecekatan bertindak. Dalam tataran kebijakan, arah pendidikan bangsa Indonesia sebenarnya sudah sangat jelas. Secara yuridis, arah kebijakan bangsa Indonesia telah diatur dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, batang tubuh UUD 1945 hasil amandemen pasal 31 ayat (3), dan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 3. Dalam tataran kebijakan, arah pendidikan bangsa Indonesiamenuntut adanya keseimbangan antara pengembangan potensi fisik (raga) dan potensi pikir (intelektualitas) dengan pendidikan moral dalam rangka pengembangan potensi rasa, potensi karsa, dan potensi religi. Muhyiddin (2012) menyatakan, diperlukan keseimbangan antara membangun jiwanya dan membangun badannya. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Wage Rudolf Supratman dalam lirik syairlagu Indonesia Raya yang berbunyi, “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia raya.” Bangunlah jiwanya memiliki arti untuk pembangunan moral bangsa yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Bangunlah badannya memiliki arti untuk pembangunan material, yang menyangkut pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, pembangunan intelektualitas, dan pembangunan raga (fisik) peserta didik.
0 comments:
Posting Komentar