PENGEMBANGAN KARAKTER BANGSA

Jumat, 04 September 2015

PENGEMBANGAN KARAKTER BANGSA

Yang diharapkan adalah bangsa Indonesia yang memiliki SDM-cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, Pancasilais, rela berkoban, memiliki kemampuan untuk dapat mampu menjaga : 
Ketahanan bangsa yang diperlukan menghadapi ancaman Nasional di Era Globalisasi 
Kualitas SDM (Agamis-Nasionalis) yang dibutuhkan NKRI yang sedang mengalami “perkembangan” peradaban dan memiliki jatidiri dan moral religius tangguh 
Kebersamaan, menjunjung tinggi azas keadilan & kesetaraan, memegang komitmen, konsisten penuh tanggung jawab 
Mengutamakan kepentingan nusa dan bangsa, berpandangan luas ke depan dan peka terhadap kondisi dan situasi dengan menghargai waktu, bijaksana dan santun dalam bertindak serta keterbukaan yang berkepribadian

Yang kita saksikan sehari hari misalnya, siaran-siaran televisi kita pelit dengan acara yang mendorong produktivitas, kreativitas dan inovasi. Di Indonesia televisi selalu menayangkan “belilah dan makanlah”. Sebaliknya di Korea televisi mengajarkan cara menanam pohon yang baik, jadi mengajarkan untuk lebih produktif. Hampir tak ada di televisi kita yang mendidik dan memberi penerangan tentang mengolah bumi, air dan kekayaan alam dalam paket-paket serial, bagaimana mengajari masyarakat pemirsa untuk memelihara, tidak mencemari dan merusak tanah air kita. Sebenarnya kepada televisi kita ditaruh harapan bangsa ini untuk berperan sebagai “agent of modernization, agent of expansion of people's capability and creativity“. Dengan kata lain, di samping sebagai hiburan dan sumber pemberitaan umum, kepada televisi diharap berperan sebagai “, agent of enlightenment and empowerment “ bagi bangsa ini ke arah terbentuknya budaya entrepreneurial, yaitu bekerja keras, beretos kerja produktif untuk mengawali suatu transformasi budaya ke arah kedepan dan kemajuan

Kondisi bangsa kita memang “sedang sakit”, banyak pemberitaan yang tidak seimbang, banyak berita terkait kejadian yang saling menghujat, membuka aib, saling menyalahkan, adanya tawuran, merebaknya Korupsi Kolusi Nepotisme, saling menyakiti, saling mencurigai dan lain-lain “dekadensi moral” telah merebak ke berbagai strata masyarakat. Oleh karena itu moral bangsa kita perlu ditata kembali, agar menuju ke arah “bangsa yang berbudaya” 

Di Perguruan Tinggi, Pendidikan S-2, apalagi S-3 di Indonesia, khusus-nya bidang ilmu-ilmu sosial , dengan kurikulum dan silabus jauh dari tuntutan kemutahiran dan kecanggihan, tidak jarang silabusnya hanyalah sekadar pernak-pernik ceramah tamu, serba sederhana dengan para dosen penceramahnya yang kurang memiliki kompetensi intelektual yang patut dibanggakan. Namun mereka mudah berani melahirkan lulusan-lulusan penyandang mediokritas akademis-ilmiah. Bangsa dilumpuhkan oleh Kurikulum pendidikan, dimana para siswa secara tidak langsung diarahkan untuk mempelajari mata pelajaran tertentu (matematika, bhs inggris, IPA) sehingga pengetahuannya tentang bangsa sendiri (geografis, sosial, budaya,sejarah) sangat minim. Nasionalisme dilumpuhkan dan dibuang, demi terciptanya “Negara tanpa Batas” yang fiktif. Krisis ekonomi sekarang ini terjadi juga krn adanya krisis budaya yg tidak mampu menggerakkan bangsa ini untuk menjadi bangsa yg mandiri. Oleh karena itu perlunya disusun strategi budaya untuk mengatasi masalah sosial kultural bangsa Indonesia. Masalah SDM sebagai kunci dari keberhasilan pembangunan perlu ditumbuhkan SDM yang beretos kerja ”virtue” berkarya terbaik dengan kerjakeras, disiplin, mandiri, kreatif, inovatif, berkeimanan yang tinggi dan nasionalis

Adapaun ciri2 negatif penghambat kemajuan karakter bangsa dari segi kajian ekonomis adalah antara lain :
  1. SDM masih malas, senang menikmati libur-libur panjang, manusia yang malas bukan lagi merupakan mitos tetapi sudah menjadi kenyataan
  2. Bangsa masih tetap “boros”, contoh konkrit : Masyarakat banyak yg terkena Syndrome kepapa’an/kemiskinan karena terlalu lama menderita, akibatnya sering berhutang untuk menutupi kebutuhannya. Change and Progress itu yang sebenarnya kita butuhkan 
  3. Bangsa Kuli yang mudah tunduk pada bangsa lain. Pada masa orde baru, presiden Suharto diteror oleh para ekonom yang menghendaki dibukanya pasar bebas (paham liberalisme).Yang membuka kesempatan bagi para investor asing untuk mengembangkan seluas2-nya bisnis di Indonesia. Efek negatif yang muncul bangsa kita semakin tertindas secara ekonomis oleh bangsa lain

PENGARUH GLOBALISASI PADA KARAKTER BANGSA 

Saat ini, diera awal abad ke 21, Bangsa Indonesia diterpa issue terancam cerai-berai (disintegrasi) dalam berbagai aspek sosial, budaya, etnik, pendapat, partai, golongan, dan sebagainya, dan sebagainya. Tercerai berai, terpisah terkotak kotak ataupun kemudian menjadi mudah kembali dijajah dalam arti lain. Penjajahan dalam konteks globalisasi, oleh negara adi-kuasa / adi-jaya, yang merambah di Indonesia ke ranah ekonomi, aspek politik, aspek budaya, dalam rangka mensukseskan “program globalisasi” nya. Adanya kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi menyebabkan terjadinya ”negara tanpa batas” yang memungkinkan arus informasi serta hubungan antar manusia melalui dunia maya yang dapat merubah ”ciri” atau karakter suatu bangsa, apabila bangsa tersebut tidak terdidik secara baik dalam penguatan karakternya. Pendidikan memang harus dapat membangun karakter bangsa, sehingga tidak mudah tercabik cabik oleh arus budaya asing yang dapat merubah struktur tatanilai. 

Globalisasi telah menyebabkan bangsa Indonesia mulai “kehilangan jati diri” nya atau secara umum “kehilangan karakter bangsa”. Sehingga sangat mudah dipengaruhi dan diombang-ambingkan oleh paham-paham asing yang belum tentu cocok diterapkan di Indonesia. Fenomena2 ini justru banyak berkembang di kalangan Intelektualitas perguruan tinggi. Hilangnya semangat Nasionalisme, juga semangat menghormati hak-hak kemanusiaan yang mulai luntur. Kita terima saja pendapat menarik dari Thomas Friedman (Friedman, 2006) tentang pembagian 3 tahap globalisasi sebagai berikut 

Globalisasi pertama, sebagaimana dikemukakannya, berawal dari tahun 1492 (takala Columbus berlayar ke benua Amerika dan meyakinkan bahwa dunia adalah bulat) sampai tahun 1800. Globalisasi pertama ini adalah tentang kekuatan otot (muscle), wind power, horse power, dan steam power sebagai the key agent of change dan the power of integration. 

Globalisasi kedua, dari tahun 1800 sampai tahun 2000, di masa mana multinational corporations sebagai the key agent of change, dengan difusi telegram, telepon, PC, satelit, fiber-optic cable, World-Wide-Web yang membuat dunia menjadi flat (tidak lagi round). 

Globalisasi ketiga, yang diawali milenium baru tahun 2000 ke atas, bukan saja tentang bagaimana dunia telah shrinking, tetapi juga telah flattening serta bagaimana globalisasi ini telah empowering individuals dan businesses. Globalisasi ketiga ini berbeda dengan globalisasi pertama dan kedua yang penggeraknya adalah individuals dan businesses Amerika dan Eropa. Namun globalisasi ketiga digerakkan pula oleh individuals dan businesses yang non-Western dan non-White. (artinya bangsa Asia), dan disinilah karakter bangsa diuji kepatuhan dan kedisiplinannya.



September 04, 2015

0 comments:

Posting Komentar