IMPLEMENTASI PENDIDIKAN

Jumat, 04 September 2015

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER 
BANGSA DALAM KTSP


A.  Latar Belakang 

         Mengapa tidak karena pendidikan sesungguhnya adalah transformasi budaya. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat dalam waktu yang relatif lama sehingga membangun pendidikan sesungguhnya investasi jangka panjang.

Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), saat ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya, perjalanan kurikulum di Indonesia dari tahun 1947 sampai dengan tahun 2004 (sebelum KTSP) adalah:

1.  pada tahun 1947 :
  • Perubahan kisi-kisi pendidikan dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional 
  • Asas Pendidikan ditetapkan: Panca Sila 
  • Baru dilaksanakan di sekolah-sekolah tahun 1950
  • Memuat dua hal pokok: 1. Daftar mata pelajaran; 2. garis-garis pengajaran 
  • Mengurangi pendidikan pikiran, mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, mteri pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian thd kesenian dan pendidikan jasmani.
2.  Pada Tahun 1952 : 
  • Lebih merinci setiap mata pelajaran 
  • Silabus lebih jelas, satu guru mengajar satu mapel
3. Tahun 1954 (kurikulum gaya lama):
  • Tujuan Pembelajaran tidak dinyatakan secara jelas 
4. Tahun 1962 (kurikulum gaya baru 
  • Mempercepat pembangunan nasional 
  • Membangun hubungan dengan bangsa-bangsa lain
  • Menjalankan kebijakan luar negeri negara 
5. Tahun 1964  :
  • Fokus pada pengembangan daya, cipta, rasa, karsa, dan moral (pancawardhana)
  • Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 5 kelompok bidang studi: 1. moral; 2. kecerdasan; 3. emosional/artistik; 4. keprigelan (ketrampilan); 5. jasmaniah 
  • Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis 
6. Tahun 1968 :
  • Merupakan revisi Kurikulum 1964, yg dicitrakan sebgai produk orde lama 
  • Tujuan: membentuk manusia Panca Sila seutuhnya. 
  • Menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Panca Sila, Pengetahuan Dasar, dan Kecakapan Khusus 
  • Jumlah mata pelajaran : 9. 
  • Muatan materi bersifat teoritis, tdk mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan 
  • Titik berat: materi apa saja yg tepat diberikan kepada siswa di tiap jenjang pendidikan
7.  Tahun 1975 :
  • Menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif 
  • Dipengaruhi oleh konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective)
  • Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
  • Lahir istilah Satpel (Satuan pelajaran), yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan 
  • Setiap satpel dirinci lagi: Tujuan Instruksional Umum, Tujuan Instruksional Khusus, Materi Pelajaran, Alat pelajaran, Kegiatan Belajar-Mengajar, dan Evaluasi 
  • Banyak dikritik karena guru banyak dibuat sibuk menulis rincian dari setiap kegiatan pembelajaran 
8 Tahun 1984 :
  • Mengusung process skill approach (pendekatan ketrampilan proses), dg tetap menganggap penting faktor tujuan 
  • Sering juga disebut ‘Kurikulum 1975 yg disempurnakan’
  • Siswa diposisikan sebagai subyek belajar (mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan). 
  • Model pembelajaran ini disebut CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), atau SAL (Student Active Learning). 
  • Tokoh penting dibalik lahirnya Kur. 1984 adalah Prof. Conny R. Semiawan (Kepala Puskur1980-1986), juga Rektor IKIP Jakarta (1984-1992).
  • Konsep CBSA yg bagus secara teori dan bagus hasilnya ketika di sekolah-sekolah yg dujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat dilaksanakan secara nasional.
  • Yang menonjol hanyalah kegaduhan waktu diskusi, dan di sana-sini ada tempelan gambar-gambar , guru tak lagi mengajar model ceramah. 
  • Banyak bermunculan penolakan thd CBSA
9. Tahun 1994 Suplemen tqhun 1999 
  • Merupakan upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya (Kur. 1975 & Kur. 1984), yaitu pendekatan tujuan dan proses.
  • Banyak mendapatkan kritik karena beban belajar siswa terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. 
  • Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. 
  • Menjelma menjadi kurikulum super padat 
  • Diterbitkan Suplemen Kurikulum 1999, berisi pengaturan pada materi yg di Kur. 1994 diserahkan pengurutannya kepada para guru
10. Tahun 2004  :
  • Juga dikenal dengan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi).
  • Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apa yg mesti dicapai. 
  • Muncul kerancuan bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yaitu ujian!, baik yg berupa ujian nasional maupun ujian akhir sekolah dengan soal pilihan ganda. 
  • Mestinya lebih banyak pada praktek dan soal uraian terbuka untuk mengukur tingkat kompetensi siswa.
  • Banyak guru juga belum memahami esensi dari KBK
  • Sampai akhirnya diganti, Kurikulum 2004 masih dalam taraf uji coba 
11. KTSP :
  • Ditinjau dari segi isi dan proses pencapaian taget kompetensi pelajaran oleh siswa dan teknis penilaiannya tidaklah (banyak) berbeda dengan Kurikulum 2004. 
  • Perbedaan dengan Kurikulum 2004 yg paling tampak ialah bahwa guru lebih diberikan kebebasan utk merencanakan pembelajaran sesuai dg kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. 
  • Pemerintah- dalam hal ini Depdiknas, hanya menetapkan kerangka dasar, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran. 
  • Selebihnya, (indikator, materi, maupun penilaiannya) diserahkan kepada para guru & satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi pemerintah kab./kota. 
Uraian di atas menunjukkan bahwa penyusunan KTSP sebagai landasan pengelolaan pembelajaran pada satuan pendidikan yang dapat merespon pendidikan sebagai transformasi budaya yang pada akhirnya menghasilkan luaran pendidikan yang beriptek dan berimtaq dapat tewujud dengan cataan sumber daya manusia pengelolah satuan pendidikan memiliki kualitas yang memadai.

Pengawas sekolah yang merupakan Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan (Permenpan dan RB no. 21 Th 2010). Oleh sebab itu maka pengawas sekolah memegang peran yang stragis untuk membantu satuan pendidikan dalam pengelolaan untuk mewujudkan luaran satuan pendidikan yang berkarakter. Olehyang itu bagaimana implementasi pendidikan karatek bangsa kedalam KTSP 

B. Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan. Pengertian yang dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan digunakan dalam mengembangkan pedoman ini. Guru-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang istilah-istilah itu menjadi pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, tetap memiliki kebebasan sepenuhnya membahas dan berargumentasi mengenai istilah-istilah tersebut secara akademik. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik. 

          Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.



September 04, 2015

0 comments:

Posting Komentar