PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan salah satu hak yang paling asasi yang harus dimiliki oleh setiap orang. Pendidikan yang baik akan menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi dalam menjawab era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan kompetisi.
Hak atas pendidikan merupakan salah satu hak yang menjadi pilar yang harus dipenuhi oleh sebuah negara untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang seluas-luasnya. Pemenuhan hak atas pendidikan juga menjadi salah satu indikator apakah suatu negara dikategorikan negara maju, negara berkembang atau bahkan negara miskin. Sekaya apapun sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara tanpa didukung dari sumber daya manusianya yang berpendidikan tinggi, maka negara tersebut tidak akan bisa mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam tersebut dengan sebaik-baiknya. Dilain sisi walaupun suatu negara tidak memiliki sumber daya alam yang kaya, akan tetapi jika rakyatnya berpendidikan tinggi maka negara tersebut akan maju dan bangkit.
Sebagai sebuah hak yang hakiki, pengaturan mengenai hak atas pendidikan diatur dalam Alinea Keempat Pembukaan dan pasal 31 UUD 1945. Dalam Pembukaan Alinea Keempat UUD 1945 ditegaskan bahwa tujuan negara Indonesia adalah
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”
Berdasarkan hal tersebut, ditegaskan bahwa salah satu tujuan dari pembentukkan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan kehidupan berbangsa dan bernegara baru akan tercapai melalui pemberian suatu pendidikan yang terintegrasi dan disesuaikan dengan kebutuhan setiap warga negara.
Pengaturan hak atas pendidikan diatur dalam pasal 31 UUD 1945. Dalam ayat (1) ditegaskan bahwa setiap orang berhak atas pendidikan. Pasal ini bermakna bahwa negara berkewajiban memenuhi hak atas pendidikan bagi setiap warga negaranya tanpa terkecuali tanpa membedakan suku, ras, agama, atau bahkan keadaan sosial dan ekonominya. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa anak jalanan juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berhak untuk mengembangkan diri sebebas-bebasnya.
Dalam praktiknya, ternyata pemenuhan hak atas pendidikan menjadi sangat sulit bahkan cenderung tidak terlaksana dengan baik. Berbagai jenis pendidikan yang ada cenderung adalah pendidikan formal, yang menggunakan seragam dengan jam belajar serta kurikulum yang telah ditetapkan dan dipukul rata dalam skala nasional. Selain itu, pendidikan formal sangat mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat perekonomian menengah ke bawah.
Sistem pendidikan ini sangat sulit diterima oleh anak jalanan yang harus bekerja guna membantu perekonomian keluarga. Dalam hal ini negara melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa guna memenuhi hak-hak warga negara akan suatu pendidikan khususnya Anak Jalanan, dapat dilaksanakan melalui sistem pendidikan Non-Formal.
Pendidikan Nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Salah satu bentuk pendidikan formal yang dapat diusahakan oleh masyarakat adalah melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). PKBM merupakan kebijakan pemerintah untuk menyediakan pendidikan yang tepat bagi Anak Jalanan. PKBM mulai berkembang pesat sejak tahun 2000 yang kini sudah mulai tersebar diberbagai provinsi di Indonesia. Salah satu PKBM yang ada di Kota Depok adalah PKBM Bina Insan Mandiri. Dari PKBM inilah ribuan anak jalanan Kota Depok dikelola dan diberikan pendidikan nonformal guna menjalankan program pemerintah wajib sekolah sembilan tahun. Akan tetapi dalam praktiknya ternyata PKBM ini masih mengalami hambatan khususnya dalam hal pengelolaannya. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian ini.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana pengaturan mengenai pemenuhan hak atas pendidikan terhadap anak jalanan di Indonesia?
- Bagaimana pola pembelajaran untuk anak jalanan di Yayasan Bina Insan Mandiri Depok?
3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
- Mengetahui pengaturan mengenai pemenuhan hak atas pendidikan terhadap anak jalanan di Indonesia.
- Mengetahui pola pembelajaran untuk anak jalanan di Yayasan Bina Insan Mandiri Depok.
4 Metode Penelitian
a.. Bentuk Penelitian
Bentuk dari penelitian ini adalah yuridis empiris dimana penelitian merupakan penelitian hukum yang menekankan pada penggunaan data primer yang diperoleh melalui observasi ke Yayasan Bina Insan Mandiri Depok, dan melakukan wawancara dengan ketua Yayasan Bina Insan Mandiri, staf pengajar, dan anak jalanan peserta didik.
b. Tipologi Penelitian
Tipologi dari penelitian ini adalah deskriptif-evaluatif. Ditinjau dari segi sifat, tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif karena menjabarkan bagaimana kenyataan di lapangan saat pelaksanaan pemenuhan hak atas pendidikan untun anak jalanan. Sedangkan ditinjau dari segi bentuk, tipe penelitian ini adalah penelitian evaluatif karena penelitian ini mencoba melihat dan mengevaluasi pelaksanaan pemenuhan hak atas pendidikan bagi anak jalanan di Indonesia, khususnya di Depok.
c. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh melalui hasil observasi ke Yayasan Bina Insan Mandiri Depok, dan melakukan wawancara dengan ketua Yayasan Bina Insan Mandiri, staf pengajar, dan anak jalanan peserta didik. Sedangkan data sekunder berupa teori-teori, definisi, permasalahan, pembahasan serta pengaturan yang berkaitan dengan pemenuhan hak atas pendidikan bagi anakn jalanan di Indonesia, khususnya di Depok.
d. Jenis Bahan Hukum
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu UUD NRI Tahun 1945, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanl. Sedangkan bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku dalam tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini serta artikel-artikel dan makalah yang berkaitan dengan penelitian ini.
e. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan wawancara. Wawancara dilakukan kepada narasumber Ketua YABIM Depok dan Staf Pengajar. Kemudian, dilakukan wawancara kepada responden yaitu anak jalanan peserta didik. Studi kepustakaan dilakukan dengan penelusuran literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian yaitu literatur tentang teori-teori, definisi, permasalahan, pembahasan serta pengaturan yang berkaitan dengan pemenuhan hak atas pendidikan bagi anak jalanan di Indonesia, khususnya Depok.
f. Metode Analisis Data
Data yang telah didapatkan untuk penelitian, kemudian diolah dan dianalisis. Hasil pengolahan data dianalisis pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang disajikan dalam hasil penelitian deskriptif-evaluatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan mengevaluasi program atau kebijakan yang sedang atau telah dijalankan yaitu pembinaan anak jalanaan melalui sekolah non-formal di YABIM Depok.
Memecahkan masalah sosial berarti mengatasi berbagai problem sosial yang muncul di dalam masyarakat untuk menciptakan perbaikan. Sedangkan memenuhi masalah sosial dilakukan dengan memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Pemenuhan kebutuhan ini dapat bersifat preventif (mencegah timbulnya masalah, atau mencegah meluasnya masalah), maupun dalam arti pengembangan (meningkatkan kualitas suatu kondisi agar lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Diagram 1
Skema Alur Penelitian
II KAJIAN TEORI
1 Negara sebagai Welfare State
Beberapa tahun belakangan ini, wacana mengenai negara kesejahteraan kembali mendapatkan perhatian dan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat atas bentuk keterlibatan negara dalam memajukan kesejahteraan rakyat.
Welfare State atau negara kesejahteraan adalah gagasan yang telah lama lahir, dirintis oleh Prusia di bawah Otto Von Bismarck sejak tahun 1850-an. Gagasan ini dimulai di Eropa dan Amerika sebagai sebuah tujuan negara untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Rakyat di negara-negara tersebut menikmati pelayanan dari negara, mulai dari jaminan kesehatan, pendidikan, transportasi, hingga adanya tanggung jawab negara terhadap rakyatnya yang tidak memiliki pekerjaan.
1 Tipologi Negara Kesejahteraan
Negara kesejahteraan sendiri bukanlah satu entitas berwajah tunggal. Luas cakupan dan ragam kebijakan sosial yang diterapkan oleh negara bervariasi dari satu negara kesejahteraan dengan negara kesejahteraan lainnya. Tismuss mengidentifikasikan bahwa ada 2 (dua) tipologi negara kesejahteraan, yaitu:
a. Residual Welfare State
Tipologi ini mengasumsikan bahwa tanggung jawab negara sebagai penyedia kesejahteraan berlaku jika dan hanya jika keluarga dan pasar gagal menjalankan fungsinya secara terpusat pada kelompok tertentu dalam masyarakat, seperti kelompok marginal serta mereka yang “patut” mendapatkan alokasi kesejahteraan dari negara.
Ide dasar dari tipologi ini adalah menyerahkan segala kewajiban dan tanggung jawab kesejahteraan kepada pasar atau kelompok masyarakat yang memiliki kekuatan ekonomi yang tinggi. Negara baru akan mengambil alih tanggung jawab tersebut jika pasar dan kelompok masyarakat tersebut gagal dalam pemenuhan kesejahteraan lingkungannya. Dalam hal ini hanya orang-orang miskin sajalah yang akan dapat bantuan dan dijamin oleh pemerintah. Sedangkan bagi orang yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, maka negara tidak wajib menanggung orang-orang tersebut.
b. Institusional Welfare State
Tipologi ini bersifat universal yang artinya bahwa setiap orang, baik dia miskin maupun kaya, maka negara harus bertanggung jawab dan menjamin kesejahteraan sosialnya. Tipologi ini mencakup semua populasi warga, serta terlembaga dalam basis kebijakan sosial yang luas dan vital bagi kesejahteraan masyarakat.
Pemenuhan tanggung jawab Dalam konsepsi negara kesejahteraan ini ada tanggung jawab dan campur tangan negara (pemerintah) untuk menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Negara dituntun pro-aktif dalam memenuhi hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Ketika negara tersebut mampu memenuhi segala aspek kesejahteraan masyarakat tersebut, maka saat itu negara tersebut dapat dikatakan sebagai negara kesejahteraan
2 Syarat Negara Kesejahteraan
Secara umum, suatu negara dapat digolongkan sebagai negara kesejahteraan jika mempunyai empat syarat, yakni:
a. Social Citizenship;
Social Citizenship atau kewarganegaraan sosial merupakan sebuah asas dimana adanya jaminan sosial yang melekat kepada warga negara suatu negara. Dalam hal ini negara memiliki kewajiban untuk menjamin tersedianya hak-hak sosial warga negara dalam keadaan apapun juga, serta melakukan pengawasan agar hak-hak sosial masyrakat tersebut dapat terpenuhi.
b. Full Democracy;
Full Democracy atau kedaulatan rakyat secara penuh merupakan hal yang menjadi dasar dari berdirinya negara kesejahteraan. Tanpa adanya demokrasi, rakyat tidak akan mendapatkan kesejahteraannya mengingat salah satu indikator terbentuknya negara kesejahteraan adalah menjamin hak-hak sosial masyarakat. Dengan memberikan kedaulatan penuh kepada rakyat, negara akan benar-benar berjalan dan bekerja demi mencapai tujuannya mencapai kemakmuran rakyat.
c. Modern Industrial Relations System;
Modern Industrial Relations System atau sistem hubungan industri modern merupakan sebuah konsepsi terpadu bahwa dalam mencapai sebuah negara kesejahteraan dibutuhkan campur tangan pemerintah. Campur tangan ini dapat berupa legislasi pengaturan perundang-undangan yang tujuannya melindungi rakyat golongan menengah ke bawah dari kekuatan ekonomi para pengusaha.
Rights to Education and The Expansion of Modern Mass Education Systems
Hak atas pendidikan merupakan suatu syarat mutlak yang ada pada suatu negara agar dapat menjadi suatu negara kesejahteraan. Pendidikan merupakan dasar dan landasan fundamental dalam melakukan pembangunan nasional. Tingkat pendidikan akan berbanding lurus dengan kualitas negara dalam memenuhi dan mencapai tujuan negara. Semakin tinggi tingkat pendidikan (rata-rata) rakyatnya, maka akan semakin mudah negara tersebut untuk melakukan pembangunan dan mencapai tingkat kemakmuran negara bersangkutan.
Keempat pilar ini dimungkinkan dalam negara kesejahteraan karena negara memperlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai penganugerahan hak-hak sosial “the granting of social rights” kepada warganya. Hak-hak sosial tersebut mendapat jaminan seperti layaknya hak atas properti, tidak dapat dilanggar serta diberikan berdasarkan basis kewargaan (Citizenship) dan bukan atas kinerja atau kelas. Negara kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan pada mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan dengan menjadikannya sebagai hak setiap warga yang dapat diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan oleh negara.
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajardan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan menurut Henderson adalah: “To see education as prosess of growth development taking place as the result of the interraction of on individual with his environmental, both phsycal and social, beginning at birth and lasting as long as life itself aprocess in which the social heritage as apart of the social environment becomes a tool to be used toward the development of the best and the most intellegent person possible, men and woman who will promote human welfare, that is to see the educative process as philosophers and educational reformes conceived.”
(terjemahan bebas penulis, pengertian pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manuisa untuk pengembangan manusia yang terbaik dan cerdas, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya).
Dalam era pembangunan seperti sekarang ini untuk menyongsong masa depan bangsa dan negara yang lebih baik, maka pembangunan pendidikan merupakan salah satu sasaran utama. pemberian kesempatan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan memberikan dampak positif bagi peningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Jenis pendidikan adalah pengelompokan pendidikan yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan satuan pendidikan. Sedangkan Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
1 Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
2 Pendidikan Non-formal
Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
3 Anak Jalanan
Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak.
Ditengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu children on the street dan children of the street. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu children in the street atau sering disebut juga children from families of the street.
Pengertian untuk children on the street adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.
Children of the street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau keluarganya.
Children in the street atau children from the families of the street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan.
4 Kebijakan Sosial
Dalam bahasa Inggris, kebijakan disepadankan dengan policy (kata benda), sedangkan kata kerjanya adalah to police. Kebijakan sosial atau social policy menurut Marshall adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan warga negara melalui penyediaan pelayanan sosial dan bantuan keuangan. Sedangkan menurut Rein, kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasi biaya-biaya sosial, peningkatan pemerataan, dan pendistribusian pelayanan dan bantuan sosial.
Kebijakan sosial pada dasarnya adalah gabungan dari dua aktivitas discovering (menemukan) dan solve (mencari solusi) suatu masalah sosial. Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan warga negara melalui penyediaan pelayanan sosial dan bantuan keuangan.
Kebijakan sosial digunakan untuk mencapai tujuan sosial. Ada 2 (dua) hal yang fundamental mengenai tujuan sosial, yakni untuk melakukan pemecahan sosial dan untuk memenuhi kebutuhan sosial.
Kebijakan sosial memiliki 2 (dua) ruang lingkup yang meliputi proses dan produk. Sebagai proses, kebijakan sosial adalah serangkaian tahapan yang diikuti oleh pemecahan masalah. Sedangkan sebagai produk kebijakan sosial adalah hukum, program, maupun keputusan pengadilan.
a. Tujuan Kebijakan Sosial
Kebijakan sosial dilakukan untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan dari berbagai permasalahan sosial. Kebijakan sosial juga untuk melindungi kelompok rentan (vulnerable) ataupun kelompok masyarakat yang kurang beruntung (disadvantage group). Secara normatif, negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan warganya melalui suatu kebijakan sosial.
Kebijakan sosial berorientasi kepada pencapaian tujuan sosial. Tujuan sosial ini mengandung dua pengertian yang saling terkait, yakni memecahkan masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial.
Gambar 1. Tujuan Kebijakan Sosial
Memecahkan masalah sosial berarti mengatasi berbagai problem sosial yang muncul di dalam masyarakat untuk menciptakan perbaikan. Sedangkan memenuhi masalah sosial dilakukan dengan memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Pemenuhan kebutuhan ini dapat bersifat preventif (mencegah timbulnya masalah, atau mencegah meluasnya masalah), maupun dalam arti pengembangan (meningkatkan kualitas suatu kondisi agar lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Tujuan kebijakan sosial dapat dirinci sebagai berikut:
- Mengantisipasi, mengurangi atau mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat;
- Memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, keluarga, kelompok atau masyarakat yang tidak dapat mereka penuhi secara sendiri-sendiri melainkan harus melalui tindakan kolektif;
- meningkatkan hubungan intrasosial manusia dengan mengurangi ketidakberfungsian sosial individu atau kelompok yang disebabkan oleh faktor-faktor internal-personal maupun eksternal-struktural;
- Meningkatkan situasi dan lingkungan sosial-ekonomi yang kondusif bagi upaya pelaksanaan peranan-peranan sosial dan pencapaian kebutuhan masyarakat sesuai dengan hak, harkat, dan martabat kemanusiaan; serta
- menggali, mengalokasikan dan mengembangkan sumber-sumber kemasyarakatan demi tercapainya kesejahteraan sosial dan keadilan sosial.
b. Metode Kebijakan Sosial
- Terdapat tiga metode kebijakan sosial yang dikenal umum untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Pertama, upaya untuk mensejahterakan warga negara dilakukan melalui produk perundang-undangan (statutory regulation). Kedua, peningkatan kesejahteraan melalui sistem pajak. Dan yang ketiga yakni berupa program pelayanan sosial yang secara langsung dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Metode yang terakhir merupakan metode yang paling umum yang digunakan karena mempunyai formula yang jelas untuk mengatasi masalah sosial.
0 comments:
Posting Komentar