Senin, 14 September 2015

PEMBAHASAN PENDIDIKAN  NILAI  MORAL

A.. Fenomena Tingkah laku Amoral Remaja Kita seringkali menyaksikan di banyak mass media elektronik dan cetak, fenomena tingkah laku amoral remaja yang semakin hari semakin meningkat, dari tindakan amoral yang paling ringan, seperti: membohong, menipu, perilaku menyontek di sekolah, tidak menaati peraturan, mélanggar norma, mencaci maki, dll., sampai pada tingkat yang paling menghawatirkan, mencemaskan dan meresahkan orang tua dan masyarakat, bahkan mengganggu ketertiban umum, kenyamanan, ketenteraman, dan kesejahteraan, serta merusak fasilitas umum, seperti: mencuri, menodong/merampok, menjambret, memukul, tawuran pelajar, tindak kekerasan, criminal, demonstrasi yang anargis, mabuk, dan bahkan sampai membunuh, serta mutilasi. Pendek kata perilaku amoral ini mengancam keselamatan fisik dan jiwa diri mereka dan orang lain. Pada tataran akademi di jenjang SMP seringkali terjadi tawuran antar pelajar, pada jenjang SMA tawuran pelajar frekuensinya meningkat, dari saling mengejek dan mencaci, saling lempar batu, saling memukul, dan bahkan menggunakan senjata tajam sehingga seringkali terjadi saling bunuh. Pada jenjang ini mereka mendapatkan julukan SMA tawuran. Pada gilirannya di tingkat perguruan tinggi mereka bertambah agresif dan  pemberani, mereka menjadi pendemo yang tangguh, tidak hanya lawan sebaya sesama mahasiswa yang dijadikan musuh, tetapi aparat pun dilawan, bahkan berani mencaci maki para pejabat, dan pemimpin Negara walaupun nyawa menjadi taruhannya, mereka nyaris tidak pernah takut. Padahal lawan mereka adalah orang-orang yang seharusnya
mereka tolong, hormati, hargai, dan segani. Seperti yang kita saksikan di TV dan Koran hampir setiap hari terjadi demo anargis dan bentrokan mahasiswa dengan aparat Negara. Perilaku amoral, tawuran kolektif, menurut Gustve le Bon dalam bukunya The Crowd, identik dengan irasionalitas, emosionalitas, dan peniruan individu. Perilaku seperti ini berawal dari  sharing  nilai atau penyebaran isu, kemudian kumpulan individu tersebut frustasi dan akhirnya melakukan tindakan anarkhis. “faktor-faktor ini bisa menjadi penyebab terjadinya konflik yang dapat menimbulkan kerusuhan sosial “ ujar Imam B. Pasojo, sosiolog dari UI.

B. Kondisi Ideal Remaja sebagai Generasi Penerus Remaja sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran dan posisi yang strategis. Mereka merupakan harapan masa depan bangsa. Maju atau mundurnya bangsa dan Negara ada di pundak mereka. Kalau mereka maju maka majulah Negara, tetapi kalau meraka bobrok, mundur, dan loyo, maka mundurlah Negara. Sudut pandang psikologi para remaja sebagai generasi penerus memiliki potensi yang bisa dikembangkan secara maksimal. Potensi mereka yang prospektif, dinamis, energik, penuh vitalitas, patriotism dan idealism harus dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan yang terrencana dan terprogram. Remaja sebagai generasi penerus juga memiliki kemampuan potensial yang bisa diolah menjadi kemampuan actual. Selain itu juga memiliki potensi kecerdasan intelektual, emosi dan sosial, berbahasa, dan keserdasan seni yang bisa diolah menjadi kecerdasan aktual yang dapat membawa mereka kepada prestasi yang tinggi dan kesuksesan. Mereka memiliki potensi moral yang dapat diolah dan dikembangkan menjadi moral yang positif sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan bangsa dan Negara yang penuh dengan kejujuran, tidak korup, semangat yang tinggi dan bertanggungjawab. Potensi mereka yang prospektif, dinamis, energik, penuh vitalitas, patriotisme dan idealisme telah dibuktikan ketika jaman Pergerakan Nasional, pemuda pelajar telah banyak memberikan kontribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu bisa terwujud apabila semua potensi mereka dikembangkan dan salah satunya adalah potensi moral. Oleh karena itu remaja sebagai generasi penerus harus diselamatkan melalui Pendidikan Nilai Moral.  Sehingga harkat dan martabat bangsa bisa terangkat. Kualitas hidup meningkat, dan kesejahteraan serta kenyamanan pun bisa didapat.

C. Pendidikan Nilai Moral dan Implikasinya  Melihat dan memperhatikan fenomena dan kondisi ideal remaja sebagai generasi penerus maka Pendidikan Nilai Moral perlu ditanamkan sejak usia dini dan harus dikelola secara serius. Dilaksanakan dengan perencanaan yang matang dan program yang berkualitas. Misalnya dengan jumlah jam pelajaran yang memadai, program yang jelas, teknik dan pendekatan proses pembelajaran yang handal serta fasilitas yang memadai. Jika hal ini bisa dilaksanakan dengan baik, niscaya generasi penerus akan memiliki moral yang baik, akhlaq mulia, budi pekerti yang luhur, empati, dan tanggungjawab. Sehingga yang kita saksikan bukan lagi kekerasan dan tawuran, melainkan saling membantu, menolong sesama, saling menyayangi, rasa empati, jujur dan tidak korup, serta tanggungjawab. Jangankan memukul atau membunuh, sedangkan mengejek, mengeluarkan kata-kata kotor dan menghina teman pun tidak boleh karena dinilai sebagai melanggar nilai-nilai moral. Uraian tersebut menggambarkan betapa pentingnya pendidikan nilai moral bagi generasi penerus bangsa yang tercinta ini. Permasalahannya adalah kapan hal ini bisa kita lakukan? Sekarang? Besok? Atau besok lagi? Kadangkala yang terjadi di masyarakat kita malah sebaliknya. Sejak dini anak sudah kita ajari dan kita didik tidak jujur dan tidak percaya diri. Sadar atau tidak kita sebenarnya telah melakukan kesalahan yang sangat merugikan anak. Misalnya ketika anak kita terbentur meja, kita katakana meja nakal, meja yang salah, sambil kita memukuli meja. Ini berarti anak telah kita ajari tidak jujur pada dirinya, dan selalu menyalahkan orang lain di luar dirinya, sehingga tertanam pada diri anak bahwa semua yang di luar dirinya adalah salah. Kalau ini terus berkembang, satu saat nanti ketika dia menjadi mahasiswa atau pejabat, dia akan menjadi manusia yang selalu menyalahkan orang lain, dan tidak pernah merasa dirinya yang bersalah dan harus meminta maaf. Bahkan yang terjadi adalah mencaci maki orang lain, menyalahkan orang lain walaupun kenyataannya orang lain lebih pintar dari dirinya. Pejabat pun mereka caci maki, bahkan presiden sekali pun mereka caci maki. Teori pembelajaran sosial dari Bandura. Dapat dipahami bahwa perilaku anti sosial dan amoral, seperti yang ditayangkan di media elektronika dan cetak akan menjadi idola dan model yang sangat mudah dan cepat ditiru dan diadopsi oleh anak. Hal ini sangat berbahaya. Seperti tayangan yang jelas-jelas merupakan film kekerasan setingkat anak TK yang dipoles dengan humor. Film eksen yang penuh adegan perkelahian, darah, dan pembunuhan yang dengan mudah dapat diakses oleh anak dan para generasi muda penerus bangsa. Semua itu akan memicu tindak amoral dan kekerasan di kalangan anak- anak dan remaja. Seperti dikatakan oleh Bandura, “bahwa dalam kehidupan sehari-hari individu menghadapi berbagai jenis stimulus model, yakni model hidup (seperti: bintang film, guru, orang tua, teman sebaya, dsb.) dan model lambang adalah perwujudan tingkah laku dalam gambar, seperti: film, TV, dan media cetak lainnya.
 
 KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian bab I dan II di atas dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:

A.. Kesimpulan:
  1. Pedidikan Nilai Moral/Agama sangat penting bagi anak dan para remaja sebagai generasi penerus bangsa, agar martabat bangsa terangkat, kualitas hidup meningkat, kehidupan menjadi lebih baik, aman dan nyaman serta sejahtera.
  2. Kondisi faktual Pendidikan Nilai Moral/Agama di Indonesia dari tahun 1968 sampai saat ini masih terabaikan, belum ditangani secara terencana dan serius. Hal ini terbukti adanya jumlah jam pelajaran yang bernuansa pendidikan agama dan budi pekerti sangat minim, yaitu hanya 2 sampai 4 jam perminggu dari jumlah jam 34 sampai 42 jam perminggu. Padahal dengan KTSP sebenarnya lebih bisa diatur, sehingga kebutuhan ini bisa terakomodasi dan terpenuhi.
  3. Fenomena perilaku amoral remaja saat ini sangat mencemaskan dan meresahkan, bahkan telah mengganggu ketertiban umum dan membuat kehidupan tidak aman serta nyaman. Kalau hal ini tidak segera ditangani secara serius dan terencana yaitu dengan Pendidikan Nilai Moral/Agama, kemungkinan besar bangsa ini akan kehilangan generasi penerus.
  4. Kondisi ideal remaja sebagai generasi penerus, merupakan individu yang sedang berkembang, dan oleh karena itu perlu diberi kesempatan berkembang secara proporsional dan terarah, dan mendapatkan layanan pendidikan yang berimbang antara pengetahuan umum dan pendidikan nilai moral/agama.  Mereka memiliki peran dan posisi strategis dalam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
  5. Pada hakekatnya pelaksanaan Pendidikan Nilai Moral telah lama ada dan telah didukung oleh teori yang handal. Pelaksanaan Pendidikan Nilai Moral/Agama dapat mengacu pada teori perkembangan moral versi Kohlberg, Bandura, dan atau teori lain yang relevan.
  6. Ruang lingkup materi Pendidikan Nilai Moral antara lain meliputi: ketuhanan, budi pekerti luhur, akhlaq mulia, baik-buruk, benar-salah, kepedulian dan empati, kerjasama, suka menolong, berani, keteguhan hati, adil, kejujuran dan integritas, humor, mandiri dan percaya diri, loyalitas, sabar, rasa bangga, banyak akal, sikap respek, toleransi, ketaatan, penuh perhatian, komitmen, tahu berterima kasih dan tanggungjawab.
  7. Orang tua, guru, teman sebaya yang menjadi idola, para aktor film/sinetron hendaknya menjadi contoh teladan perilaku yang baik dan mencerminkan tingkah laku yang mengandung nilai-nilai moral yang baik.
B. Saran
  1. Ditujukan terutama kepada pembuat kebijakan, agar Pendidikan Nilai Moral ini segera mendapat perhatian, segera ditata kembali agar berfungsi secara proporsional dan dilakukan secara professional, terencana, terprogram, dan terarah. Pendidikan Nilai Moral hendaknya dapat dimasukkan ke dalam sistem Pendidikan Nasional. Mengingat Pendidikan Nilai Moral ini sangat penting bagi kelangsungan hidup para generasi penerus bangsa. Tanpa Pendidikan Nilai Moral kemungkinan besar bangsa dan Negara ini akan terus terpuruk dengan seribu satu permasalahan yang akan muncul.
  2. Para pendidik dan psikolog serta agamawan hendaklah menjalin kerjasama yang kondusif demi terlaksananya Pendidikan Nilai Moral yang proporsional dan professional di semua jenjang pendidikan.
  3. Para anggota legeslatif diharapkan lebih proaktif dalam ikut serta terlaksanya Pendidikan Nilai Moral ini. Pendidikan Nilai Moral perlu diperjuangkan di tingkat parlemen agar segera dapat terealisir.



September 14, 2015

0 comments:

Posting Komentar