PENDIDIKAN AKHLAK BAGI ANAK
DAN
PENDEKATANYA
1. Pengertian Pendidikan Akhlak dan Urgensinya
Pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan agama Islam. Pencapaian akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tujuan dari pendidikan akhlak ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan, dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.
Pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan agama Islam. Pencapaian akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tujuan dari pendidikan akhlak ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan, dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.
Pendidikan akhlak menghendaki agar pendidik (pengasuh) mengikhtiarkan cara - cara yang bermanfaat untuk pembentukan adat istiadat, kebiasaan yang baik, yang ditanamkan di dalam hati nuraninya, menguatkan kemauan untuk berdisiplin, mendidik pancaindranya dan membiasakan berbuat baik, menghindari setiap kejahatan. Sebab, menurut asas ilmu jiwa,dijelaskan bahwa kehidupan manusia banyak dipengaruhi unsur-unsur hewani (the animal natureof man).Pendidikan akhlak itu menyangkut dengan tarbiyah, karena tarbiyah adalah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mul ia dalam jiwa anak, sejak kecil sampai ia menjadi orang yang kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa pendidikan akhlak adalah usaha sadar, teratur, dan sistematis di dalam memberikan bimbingan atau pimpinan oleh pendidik kepada peserta didik menuju terbentuknya kebiasaan, kehendak (akhlak), dan terbentuknya kepribadian yang utama (budi pekerti). Pendidikan akhlak ini tidak hanya menghantarkan kebaikan sikap kepada sesama, melainkan juga kepada Tuhan, lingkungan, dan diri sendiri.
Firman Allah SWT di atas menjelaskan bahwa terdapat dua potensi yang di miliki oleh manusia. Akan tetapi, Kedua potensi tersebut dapat menjadi bagian identitas seorang manusia. Bila potensi baik yang lebih subur, dia akan menjadi orang yang baik, sebaliknya bila potensi buruk yang subur, ia akan menjadi orang yang buruk. Kecen derungan manusia dalam melakukan akhlak baik atau buruk, merupakan bentuk dari proses, dari baik ke buruk dan kembali lagi ke baik, atau tetap dalam keburukan dan dari baik tetap kepada yang baik. Proses inilah yang sebenarnya sangat berperan dalam membentuk terminal akhir dari kecenderungan manusia. Proses ini yang kemudian dijadikan oleh para ahli pendidikan untuk mengonsep agar manusia tetap bertahan dalam kebaikan, yaitu melalui pendidikan. Inilah letak urgensi pendidikan akhlak tersebut, terutama anak-anak, sebab untuk mewujudkan generasi yang berakhlak mulia, cara yang paling efektif adalah dengan pendidikan. Lebih daripada itu, jiwa dari pendidikan Islam ialah pendidikan moral dan akhlak. Dalam perspektif Islam, anak mendapat tempat yang strategis terhadap keberlangsungan hidup manusia di dunia dan terus membangun peradaban. Dalam mewujudkannya, keberadaan anak dalam konteks pemeliharaan dan perlindungan menekankan pada pentingnya rasa cinta dan kasih sayang oleh orang dewasa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik, termasuk mendapatkan pendidikan yang layak dan beradab. Selaras dengan hal ini, Rasulullahsaw bersabda:
Sebagai generasi penerus peradaban, anak memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi oleh orang dewasa. Sangat ironis sekali, jika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi sangat hampa atau kering dengan nuansa akhlak spiritual. Oleh sebab itu, penanaman akhlak menjadi kebutuhan pada anak, sebagai benteng pertahanan ketika menghadapi hidup dan kehidupan di masa mendatang yang semakin kompetitif.
2. Pendekatan Pendidikan Akhlak
Ketepatan dalam pemilihan pedekatan harus diperhatikan bagi orang dewasa dalam mendidik anak.
Ketepatan dalam pemilihan pedekatan harus diperhatikan bagi orang dewasa dalam mendidik anak.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi efektivitas tujuan pendidikan bagi anak,
- seorang anak memiliki pembawaan dan watak yang berbeda dengan anak yang lain,
- kondisi, suasana, dan lingkungan yang mengitari dunia anak, dan
- ketepatan sumber belajar yang dipergunakan dalam setiap pendekatan, baik dari kepiawaian pendidik dalam penyampaian maupun dari bahan yang ada.
Tiga pendekatan yang akan diuraikan di bawah ini, mungkin dapat membantu dalam mendidik akhlak bagi anak. Setiap pende katan memiliki metodenya masing-masing. Yang perlu diperhatikan adalah seorang anak tidak harus mempergunakan satu pendekatan, bisa dua atau ketiga-tiganya bergantung efektivitasnya
a. Pendidikan langsung
Pendidikan langsung, yaitu dengan cara mempergunakan petunjuk, tuntunan, nasihat, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya. Anak dijelaskan hal-hal yang bermanfaat dan yang tidak menuntut kepada amal-amal yang baik, mendorong mereka berbudi pekerti yang tinggi, dan menghindari hal-hal yang tercela. Untuk pendidikan cara ini, dapat digunakan sajak-sajak, syair-syair, motto, slogan, pepatah, dan lain sebagainya. Contohnya adalah “Budi pekerti yang baik adalah teman yang sejati” atau “Tidak ada bencana yang lebih besar dari kejahilan”. Pendekatan ini dapat juga digunakan dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran dan al-Hadits,yang disampaikan dalam ruangan kelas atau ketika kita melakukan sesuatu denga menyampaikan unsur-unsur akhlaknya. Dapat dipahami bahwa pendekatan ini adalah kegiatan belajar berpusat pada guru (teacher-centered learning).
Pada hakikatnya, pendekatan ini erat hubungannya dengan nasihat-nasihat yang ditujukan kepada anak. Nasihat menurut Rasyid Ridla, adalah peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan membangkitkan untuk mengamalkannya. Nasihat sebenarnya merupakan metode yang efektif dalam memberikan arahan-arahan dan pembelajaran akhlak pada anak. Akan tetapi, tidak semua orang tua atau pendidik mampu menggunakan metode ini, karena karakter dan pe mbawaan pendidik berbeda-beda. Terkadang, anak salah mengartikan nasihat yang diberikan. Untuk itu, dibutuhkan kepiawaian dalam memberi nasihat kepada anak. Contohnya adalah tidak mengeraskan suara, dengan sedikit marah, dan lain-lain. Agar nasihat ini dapat membekas pada diri anak, sebaiknya nasihat tersebut bersifat perumpamaan, diplomatis, bahkan jika perlu ada sisipan humor.
Metode nasihat ini harus mengandung tiga unsur, yaitu
- uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan seseorang, misalnya tentang sopan santun,
- motivasi melakukan kebaikan, dan
- peringatan tentang dosa, bahaya, atau akibat yang akan muncul dari larangan bagi dirinya sendiri dan orang lain,
Pendekatan ini dapat disertai dengan pemberian hukuman (punishment) dan pujian (reward). Hukuman terhadap perbuatan anak yang kesalahan dan pujian terhadap anak yang melakukan perbuatan kebaikan.
Hukuman dan pujian dapat disandingkan dengan targhib dantahdzib. Targhib adalah janji-janji yang disertai dengan rayuan agar anak senang melakukan kebajikan dan menjauh kejahatan, sedangkan tahdzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tekanan targhib terletak pada harapan untuk melakukan kebajikan, sementara tekanan tahdzib terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa. Meskipun demikian, targhib dan tahdzib tidak sama dengan hukuman dan pujian. Perbedaannya terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai. Targhib dan tahdzib berakar pada ajaran Tuhan (ajaran agama Islam) yang tujuannya memantapkan rasa keagamaan dan membangkitkan sifat rabaniyah , tanpa terikat ruang dan waktu, sedangkan hukuman dan pujian berpijak pada hokum rasio (hukum akal) yang bersifat duniawi yang tujua nnya masih terikat ruang dan waktu.
Targhib dan tahdzib memiliki keunggulan dan kelemahannya. Keunggulannya adalah
- dapat menumbuhkan sifat amanah terhadap agama dan segala perbuatan akan dilakukan denganhati-hati disesuaikan dengan aturan agama, kar ena anak merasa yakin akan janji dan ancaman Tuhan,
- motivasi berbuat baik dan menghindari yang jahat akan selalu muncul dalam setiap waktu dan tempat, tanpa harus diawasi guru atau dibujuk dengan hadiah dan ancaman, dan (
- membangkitkan dan mendidik perasaan rabbaniyah , yakni perasaan untuk selalu berharap pada Tuhan, perasaan untuk mendekat pada- Nya, dan perasaan takut melanggar aturan -Nya.
Kelemahannya adalah tidak mempunyai ikatan atau sanksi yang tegas, karena hanya bersifat bujukan dan ancamannya yang bersifat moral dan gaib, tidak konkrit yang bisa diberikan saat itu juga, seperti hadiah atau hukuman. Untuk itu, targhib dan tahdzib beserta hukuman dan pujian dapat dilakukan secara bersamaan. Anak diberi ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbua t tidak benar sekaligus diberi hukuman jika melakukannya berupa hukuman Anak diberikan janji - janji yang disertai dengan rayuan agar anak senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan sekaligus diberi pujian jika melakukannya. Hukuman dapat dikira - kirakan sesuai kadar tingkat kesalahan anak, begitu juga dengan pujian disesuaikan dengan kadar kebaikan yang dilakukannya. Dengan targhib dan tahdzib (hukuman dan pujian), anak sudah mulai diajak untuk mengembangkan kemampuannya untuk memahami konsekuensi, aki bat perbuatan yang dilakukannya. Mereka berusaha untuk dapat membuat hubungan logis antara jika dan maka : “Jika saya berkata tidak jujur, maka saya akan dihukum duduk”, Jika saya berkata jujur, maka saya akan disayang ibu”.
b. Pendidikan secara tidak langsung
Pendidikan secara tidak langsung, yaitu dengan jalan sugesti, seperti mendiktekan sajak-sajak, kata-kata yang mengandung hikmah, wasiat tentang budi pekerti, anekdot, atau cerita-cerita.Pendidik juga dapat menyugestikan kepada anak-anak beberapa contoh dari akhlak yang mulia, seperti berkata benar, jujur dalam pekerjaan, adil dalam menimbang, suka terus terang, berani dan ikhlas. Pendekatan ini mengandung prinsip anak senang (joyfull learning), anak aktif (activelearning), dan kegiatan belajar berpusat pada anak (child-centered learning). Dalam konteks ini, anak lebih banyak mengambil manfaat dari sumber belajar dengan kemampuannya masing-masing. Pendidik memotivasi anak untuk menggali nilai atau pesan yang terkandung dalam setiap bahan yang ada.
c.Mengambil manfaat dari kecenderungan dan pembawaan anak.
Perilaku anak seringkali mencontoh apa yang dilihat dan didengarnya. Metode ini memperhatikan kecenderungan tersebut, seperti suka meniru ucapan, perbuatan dan tingkah laku atau gerak-gerik orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Sudah menjadi sifat mereka untuk suka mencontoh dan meniru. Begitu pula, mereka memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap sesuatu yang menarik minatnya. Anak-anak menyimpan kesan dari semua orang-orang yang penting se bagai model perilaku yang layak untuk ditiru.
Perilaku anak seringkali mencontoh apa yang dilihat dan didengarnya. Metode ini memperhatikan kecenderungan tersebut, seperti suka meniru ucapan, perbuatan dan tingkah laku atau gerak-gerik orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Sudah menjadi sifat mereka untuk suka mencontoh dan meniru. Begitu pula, mereka memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap sesuatu yang menarik minatnya. Anak-anak menyimpan kesan dari semua orang-orang yang penting se bagai model perilaku yang layak untuk ditiru.
Pendekatan ini lebih erat pada lingkungan anak, karena akhlak yang baik dapat jugadiperoleh dengan memperhatikan orang-orang baik dan bergaul dengan mereka. Secara alamiah, anak akan meniru tabiat seseorang tanpa disadarinya. Dalam konteks ini, kondisi lingkungan mempunyai peran penting dalam pembentukan perilaku yang baik pada diri anak. Bagaimana anak mengembangkan pikirannya dan pikiran siapa yang dikembangkannya? Hal ini terletak pada orang-orang yang berada di sekelilingnya dan melihat siapa yang disukainya. Melalui suatu identifikasi, anak-anak mengadopsi karakter, keyakinan, sikap, nilai, dan tingkah laku dari seseorang atau kelompok. Identifikasi ini merupakan pembentukan kepribadian yang penting pada masa awal perkembangan anak.
Teori pendidikan sosial melihat bahwa identifikasi sebagai hasil dari mengkopi satu model, boleh jadi orang tua, tetapi bisa juga yang lain, seperti saudaranya, tetangganya, guru, bintang film, dan lain sebagainya. Lebih jauh, anak membentuk model untuk dirinya setelah membuat perbandingan-perbandingan dari orang-orang yang berbeda dan menghasilkan sebuah karakter darinya. Terdapat empat proses yang saling berkaitan yang membangun suatu identifikasi, yaitu
- anak ingin seperti model,
- anak yakin mereka seperti model,
- pengalaman-pengalaman emosi anak seperti apa yang dirasakan model, dan
- anak berakting seperti model.
Melalui identifikasi tersebut, apabila karakter yang mereka identifikasi berasal dari model yang baik, mereka akan selamat, tetapi sebaliknya apabila yang diidentifikasi model yang buruk, mereka akan menderita. Usaha yang dapat ditempuh adalah dengan menciptakan model dan mengarahkannya untuk dapat ditiru oleh anak. Sebagai orang tua atau guru yang mempu nyai tugas untuk mendidik mereka, diharuskan untuk mampu menjadi sumber informasi bagi mereka untuk dapat mengenal sosok dan jiwa model tersebut. Agar anak dapat mudah untuk menerima dan meneladani model, dicarikan model yang paling dekat. Model yang palin g dekat adalah orang tua dalam lingkup rumah tangga, tetapi model dapat saudaranya, tetangganya, atau orang lain yang itu dianggap pantas untuk dijadikan model. Dalam lingkup sekolah, guru adalah sumber model utama, di samping teman sejawatnya. Di sini, orang tua atau guru dalam memilih, membimbing, dan menentukan model sangat berperan. Pendekatan ini berhubungan erat dengan teladan yang diperlihatkan kepada anak. Keteladanan dalam proses pendidikan merupakan metode yang sangat tepat untuk membina akhlak anak. Masalah yang paling utama dalam metode keteladanan ini adalah perlu adanya kesesuaian antara perilaku kita dengan apa yang kita tuntutkan kepada anak-anak kita.Terkadang, seorang pendidik menyuruh anak untuk berakhlak baik, sedang dirinya tidak melak ukanya. Bagaimana anak akan belajar kejujuran, kalau ia mengetahui orang tuanya berdusta? Bagaimana anak akan belajar sifat amanah, sementara ia melihat bapaknya menipu? Bagaimana anak akan belajar akhlak baik, bila orang sekitarnya suka mengejek, berkata jelek, dan berakhlak buruk? Hal ini diperingatkan Allah SWT dalam al-Quran
Di samping keteladanan, dapat juga berbentuk pembiasaan. Pembiasan dengan akhlak yang baik merupakan bagian dari pembelajaran akhlak yang paling efektif, karena pembiasaan akhlak yang baik pada anak akan membekas pada usia selanjutnya. Pembiasaan tidak memerlukan keterangan atau argumen logis, karena pembiasaan yang baik yang ditanamkan kepada anak, lahir dari pembinaan yang dilakukan orang tua atau gurunya, seperti membiasakan hidup bersih dan sehat, membiasakan tidak terlambat, membiasakan berdoasebelum mengerjakan sesuatu, membiasakan hidup teratur, berkata jujur, dan lain-lain. Pembiasaan harus didukung oleh peneladanan, sebab mustahil pembinaan akan berhasil apabila pembiasaan hanya diperintahkan saja kepada anak- anak, sedangkan orang tua atau gurunya tidak memberikan peneladanan sesuai dengan apa yang disuruh kepada anak. Dalam lingkup sekolah, seorang guru adalah sumber keteladanan. Ia adalah sebuah pribadiyang penuh dengan contoh dan teladan bagi murid- muridnya. Guru merupakan sumber kebenaran, ilmu, dan kebajikan. Akan tetapi, ia semestinya mengembangkan dirinya tidak sebatas itu, karena masyarakat luas juga membutuhkan keteladanannya.
D. Penutup
Ketiga metode yang diuraikan di atas dapat diterapkan dalam lingkup rumah tangga dan sekolah. Hanya saja, agar penetrasi nilai - nilai akhlak meresap ke dalam jiwa anak, suatu keharusan bagi orang tua atau guru untuk menetapkan strategi metode apa yang pantas dalam penerapannya atau mungkin kombinasi dari ketiga-tiganya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Pertama, pemenuhan kebutuhan kasih sayang kepada anak merupakan landasan
0 comments:
Posting Komentar