Investasi Berwawasan Lingkungan

Sabtu, 31 Oktober 2015

JAWA Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki alam dan pemandangan yang indah. Jabar memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan, antara lain menyangkut sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya perekonomian. Secara geografis, Provinsi Jawa Barat terletak di antara 5o50`-7o50` LS dan 104o48`-104o48` BT dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta, sebelah timur dengan Provinsi Jawa Tengah, sebelah selatan dengan Samudra Indonesia, dan sebelah barat dengan Provinsi Banten.

Jumlah penduduk Jawa Barat pada 2008 mencapai 41,84 juta jiwa setelah Banten memisahkan diri menjadi provinsi. Besar laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat adalah 2,03% per tahun sehingga diperkirakan pada 2010 jumlah penduduk akan menjadi 44 juta jiwa. Lebih dari 50% jumlah penduduk terkonsentrasi di perkotaan, khususnya kota besar seperti di wilayah Bandung Raya, Bogor-Depok-Bekasi (Bodebek), dan Cirebon.

Salah satu misi Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yaitu mewujudkan pembangunan berkelanjutan, yang artinya masyarakat Jawa Barat diharapkan dapat berkecukupan baik sandang maupun pangan, hal ini dapat terwujud apabila target kawasan lindung 45% tercapai. Oleh karena itu, diperlukan peran kepemimpinan yang kuat dalam menyusun strategi yang efektif dan efisien dalam mewujudkan kawasan lindung 45% tahun 2010 sehingga sesuai dengan harapan seluruh masyarakat Jawa Barat khususnya dan Indonesia umumnya yang pada akhirnya dapat mendukung iklim investasi yang kondusif yang berbasiskan lingkungan (eco-investasi).

Permasalahan
Data statistik dan kenyataan di lapangan hingga puncaknya ketika memasuki triwulan ketiga tahun 2006 kondisi lingkungan di Jawa Barat semakin memburuk. Hal ini ditandai dengan banyaknya tumpukan sampah di perkotaan, tercemarnya badan-badan air (sungai dan pantai) oleh limbah dari aktivitas industri, domestik serta aktivitas lainya, serta penebangan hutan secara ilegal dan kebakaran hutan di berbagai daerah di Jawa Barat. Semua ini mengakibatkan semakin meluasnya lahan kritis di dalam dan luar kawasan hutan pada 2003 menjadi 608.813 ha.

Kondisi yang paling dominan diakibatkan oleh semakin krisisnya kondisi lingkungan adalah semakin berkurangnya kawasan lindung di Jawa Barat sehingga mengancam ketersediaan sumber daya alam, seperti sumber daya air baku serta keseimbangan ekologis lainnya. Kawasan lindung secara definisi merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah, serta budaya bangsa, guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. 

Upaya pengelolaan lingkungan pada saat ini pada umumnya masih bersifat parsial dan kuratif. Oleh karena itu, untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan sebagaimana telah disepakati dalam misi keempat Jawa Barat, diperlukan perubahan paradigma baik dari pimpinan maupun seluruh pemangku kepentingan. Pandangan yang holistik dan antisipatif dengan menyinergikan seluruh pemangku kepentingan merupakan paradigma yang diharapkan untuk dapat memperbaiki kondisi lingkungan Jawa Barat. 

Gambar 1 memperlihatkan diagram alir dinamika sistem pembangunan lingkungan yang berkelanjutan untuk mempertahankan kawasan lindung dan mendukung ketahanan pangan dan iklim investasi yang kondusif.

Pada dinamika sistem pembangunan lingkungan yang berkelanjutan (Gambar 2) terlihat jelas bahwa terdapat beberapa faktor kunci untuk mencapai harapan sebagaimana visi dan misi Jawa Barat. Kondisi existing (saat ini) merupakan kondisi ketidaksesuaian antara harapan dan peran kepemimpinan sebagai pengelola. Oleh karena itu, diperlukan perubahan manajemen agar dapat mengatasinya dan terjadi perubahan maka diperlukan faktor-faktor pengubah. 

Kondisi lingkungan pada kenyataannya sangat terkait dengan berbagai indikator kesejahteraan, Dinas Kesehatan Jawa Barat 2005 menyatakan bahwa sekitar 45%-55% faktor kesehatan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Di samping itu, mengelola kondisi lingkungan yang baik, juga dapat mempertahankan kondisi sumber daya alam yang berkelanjutan, seperti ketersediaan air. Ketersediaan sumber daya alam khususnya sumber daya air yang berkelanjutan tentunya merupakan salah satu syarat utama yang masuk ke dalam kategori infrastruktur untuk mendukung iklim investasi yang kondusif.

Atas dasar permasalahan di atas, pelaksanaan pencapaian target kawasan lindung 45% untuk mendukung ketahanan pangan dan iklim investasi yang kondusif di Jawa Barat perlu direncanakan dengan baik. Pelaksanaan pencapaian target kawasan lindung 45% tahun 2010 harus dilakukan secara sinergis oleh seluruh badan/dinas/peneliti terkait di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan masyarakat dan dunia usaha dengan dukungan legislatif. Dalam mewujudkan target pencapaian, diperlukan peran kepemimpinan yang kuat.

Manfaat jangka panjang
Kegiatan difokuskan pada pencapaian target kawasan lindung sebagaimana tampak pada Gambar 2. Dari hasil simulasi telah dilakukan penghitungan nilai ekonomi berdasarkan nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung dengan membandingkan skenario pembangunan existing dengan RTRWP 2010.

Dengan tercapainya kawasan lindung 45% tahun 2010, maka secara tidak langsung dapat mendukung iklim investasi di Jawa Barat sehingga dapat memitigasi/meminimalisasi risiko (baik fisik maupun ekonomi) yang terjadi, dengan keuntungan nilai ekonomi lingkungan yang lebih tinggi, yaitu sekitar Rp 81,661 triliun apabila menerapkan RTRW Jawa Barat 2010, sedangkan apabila menggunakan pola RTRW kondisi existing, nilai ekonomi lingkungannya hanya sekitar Rp 66,462 triliun sebagaimana tampak pada Gambar 3. 

Di samping itu, fungsi hidroorologis yang baik dapat berdampak positif terhadap kualitas hidup masyarakat Jawa Barat sehingga tercipta kondisi lingkungan yang kondusif yang juga secara tidak langsung dapat mendukung iklim investasi (eco-investasi).

Ukuran keberhasilan
Ukuran keberhasilan makro pencapaian kawasan lindung 45% Tahun 2010 untuk mendukung eco-investasi di Provinsi Jawa Barat, adalah 
  1. Jawa Barat dapat meningkatkan persentasi luasan kawasan lindung dari 22% di tahun 2005 menjadi 45% di tahun 2010 dari luas total wilayah Jawa Barat (3.647.392 Ha) yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota.
  2. Frekuensi risiko akibat bencana lingkungan berkurang akibat pulihnya fungsi hidroorologis lingkungan serta adanya daya antisipasi yang baik oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat dalam memitigasi bencana sehingga dapat meminimisasi dampak negatif terhadap kerugian fisik dan ekonomi.
  3. Masyarakat dilibatkan secara aktif dan menjadi ujung tombak dalam pengelolaan kawasan lindung dan mitigasi kebencanaan, mekanisme ini terakomondir dalam Peraturan Daerah No. 2/2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Propinsi Jawa Barat.
  4. Menjadi salah satu daya tarik bagi investor untuk menanamkan modal di Jawa Barat karena mempunyai kepastian (kontinuitas dan kualitas sumber daya alam) serta kondisi lingkungan yang kondusif bagi iklim investasi.
Rekomendasi
Berdasarkan uraian di atas, dalam operasionalisasi menuju Jawa Barat sebagai eco-province direkomendasikan 
  1. Meningkatkan komitmen aparat dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup termasuk kawasan lindung (gerakan masa), 
  2. Meningkatkan capacity building khususnya bagi aparat/pengawas, 
  3. Memanfaatkan peran kepemimpinan dalam berbudaya (perilaku) lingkungan hidup yang baik, 
  4. Meningkatkan pendidikan lingkungan hidup masyarakat sehingga dapat turut mendukung pengelolaan kawasan lindung, 
  5. Meningkatkan monitoring evaluasi (Monev), pengawasan dan pengendalian (Wasdal), serta penegakan hukum lingkungan, 
  6. Melaksanakan reward bagi yang mengelola kawasan lindung dan sebaliknya diberikan punishment bagi yang merusak/mencemari lingkungan, 
  7. Menerapkan PAD hijau bagi setiap daerah dan 
  8. Meningkatkan koordinasi dan komitmen antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) baik di tingkat Daerah maupun Pusat, perguruan tinggi/peneliti serta LSM untuk memenuhi target kawasan lindung secara efisien dan efektif.
Dr. Setiawan Wangsaatmaja, pengamat lingkungan, bekerja di Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat.



Oktober 31, 2015

0 comments:

Posting Komentar