MAKALAH B. INDONESIA

Jumat, 23 Oktober 2015

Hak Mendapatkan Pendidikan yang Sama pada Anak Penyandang Autisme

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Atas rahmat yang dilimpahkan serta ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya.

Karya tulis yang berjudul Hak Mendapatkan Pendidikan yang Sama pada Anak Penyandang Autisme ini ditulis untuk menuangkan segala ide-ide serta gagasan-gagasan yang dimaksudkan untuk membantu para penyandang autisme untuk mendapatkan pendidikan yang sama.

Pada kesempatan yang baik ini, izinkan penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberi bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini terutama kepada Bapak Dosen Pemberi Materi, yang dalam penulisan karya tulis berupa gagasan ini sangat membantu memberikan bimbingan dan arahannya. Dan semua teman-teman mahasiswa Universitas Esa Unggul

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna baik bentuk, isi maupun teknik penyajiannya, oleh sebab itu kritikan yang bersifat membangun dari berbagai pihak penulis terima dengan tangan terbuka serta sangat diharapkan, semoga kehadiran karya tulis ini dapat memenuhi sasarannya.

RINGKASAN
Suatu karya tulis gagasan ini saya buat guna mengangkat suatu masalah kecil dari sekelompok masyarakat dimana mereka ada di sekeliling kita, mereka ada lingkungan kita, mereka ingin mendapatkan kehidupan layaknya masyarakat biasa. Pada karya tulis yang saya buat ini akan dibahas berbagai informasi dari berbagai aspek yang berkaitan dengan kebutuhan informasi untuk mengenal dan membantu para penyandang autism. Isi dari karya tulis ini disajikan dalam 3 bab.

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang serta maksud dan tujuan yang mengajak masyarakat memahami dan mengerti akan informasi di dalamnya perihal pentingnya pendidikan untuk para penyandang autistik.

Bab kedua penulis akan membahas lebih lanjut akan informasi yang telah disampaikan pada bab pendahuluan. Yaitu berisi tujuan pendidikan dari berbagai sumber yang berpedoman berasaskan pancasila, lalu diikuti dengan landasan teori untuk mendapatkan pendidikan serta pengajaran yang sama dan layak bagi para penyandang autisme. Tidak hanya itu saja, pada bab inti ini, dituliskan pula informasi-informasi perihal arti dari autisme dan faktor penyebabnya. Semua kejadian memiliki sebab akibat, dimana pada penulisan karya tulis ini penulis ingin menyampaikan metode-metode yang memungkinkan untuk para penyandang autisme menerima pendidikan serta pengajaran yang layak seperti kebanyakan anak ‘normal’ lainnya.

Pada bab inti tak lupa disertakan kesimpulan dari informasi-informasi yang telah disajikan pada bab-bab sebelumnya. Serta gagasan dari penulis yang tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah memecahkan dan membantu menangani masalah sosial yang berasal dari kelompok minoritas masyarakat. Tak lupa juga implementasi-implementasi yang bisa digunakan untuk membantu para penyandang autism untuk hidup bersosialisasi.

Pada bab penutup karya tulis ini berisi daftar pustaka yang berisi sumber-sumber bacaan yang membuat semuanya menjadi informatif. Dan tak lupa lampiran berupa contoh kegiatan belajar mengajar yang diadakan di salah satu sekolah khusus daerah tomang yaitu sekolah cahya anakku.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, dimanapun dunia ini terdapat masyarakat dan di sana pula terdapat pendidikan. Salah satunya sekolah yaitu sekolah pendidikan formal dan pendidikan non formal yang mengemban tugas menyiapkan generasi muda untuk menjadi pembangun bangsa dan negara. Sekolah bertanggung jawab memberikan pengetahuan serta ketrampilan, nilai-nilai dan membentuk sikap serta menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat pada anak didik agar dapat dimanfaatkan baik di masa sekarang maupun di waktu mendatang, baik pada pendidikan yang lebih tinggi maupun pada lapangan kerja yang akan ditekuninya di masyarakat luas. Sekolah diharapkan dapat memberikan pelayanan yang optimal di samping memberikan kegiatan belajar mengajar dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan serta kenyataan mengenai adanya kesulitan yang dihadapi oleh para siswa. Tetapi bagaimana pendidikan yang didapat oleh para penyandang autis yang secara mayoritas penyandang autis ini terabaikan. Padahal pada hakekatnya baik siswa dengan kondisi biasa ataupun kondisi luar biasa berhak mendapatkan pendidikan serta pengajaran yang sama. Namun hal yang demikian banyak permsalahannya bagi pendidik dan sangat tidak menguntungkan bagi anak. Hal ini disebabkan karakteristik penyandang autisme yang sesungguhnya sangat berbeda dengan anak-anak lainnya, begitu pula kebutuhan layanan khususnya tidak sama.

Bila dilihat dari jumlah penyandang autisme, dari tahun ke tahun terus meningkat dengan pesat. Sepuluh tahun yang lalu prevalensi penyandang autisme di Amerika Serikat adalah 8 per 10.000 penduduk. Di dalam buletin advocate dari ASA (Autism Society of America), di New Jersey di temukan 4 penyandang autisme dari 1000 penduduk. Kalau hasil itu dapat mewakili Amerika, maka terjadi suatu peningkatan 500% dalam 5 tahun. Sayangnya di Indonesia belum ada hasil penelitian semacam ini. Namun seiring berjalannya waktu, dimana jumlah penyandang autism yang semakin banyak tidak didukung dengan fasilitas sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Jumlah teanaga pengajar yang sulit dan kebutuhan layanan yang khusus untuk para penyandang autism membuat minimnya sekolah-sekolah yang menyediakan khusus untuk para penyandang autism, kecuali untuk kalangan-kalangan atas yang pada penglihatannya dia dapat memperoleh pelayanan khusus pada sekolah-sekolah luar biasa swasta di manapun.

B. Maksud dan Tujuan
Sesuai latar belakang penulisan di atas, tujuan utama penulisan karya tulis ini adalah sebagai penjabaran atas salah satu fenomena kecil yang ada di lingkungan masyarakat. Di mana diketahui bahwa ada sekelompok minoritas masyarakat yang merupakan penyandang autisme. Dan karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai awal pengenalan para penyandang autisme serta mempelajari gangguan autistik pada penyandang autisme dan usaha-usaha untuk membantu kelompok minoritas itu agar dapat memperoleh hak pendidikan dan pengajaran yang sama dengan anak-anak normal lainnya dengan didirikannya sekolah luar biasa dibawah naungan pemerintah, agar para penyandang autisme baik dari kalangan berada ataupun kalangan bawah dapat merasakan pendidikan yang sama dan layak di masyarakat luas.
C. Landasan Teori
Secara filosofis pendidikan merupakan hak asasi manusia. Sejalan dengan UUD 1945, sesungguhnya pendidikan bersifat terbuka, demokratis, tidak diskiminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa terkecuali. Dalam konteks ‘education for all’ anak-anak yang mengalami kelainan fisik, intelektual, sosial emosional, gangguan perseptual, gangguan motorik, atau anak dengan kebutuhan kebutuhan khusus (ABK) merupaka warga negara yang memiliki hak yang sama untuk menikmati pendidikan seperti warga negara yang lain. Untuk itu pemikiran dan realisasi ke arah upaya memenuhi kebutuhan pendidikan bagi mereka harus terus dilakukan.

Anak dengan problema belajar merupakan istilah lain dari sebutan untuk anak luar biasa atau anak dengan kebutuhan khusus. Mereka pada umumnya mengalami kesulitan tertentu untuk mengikuti kesulitan tertentu utnuk mengikuti pendidikan biasa di sekolah-sekolah reguler tanpa adanya perlakuan khusus.

Tujuan Pendidikan dan Pengajaran
Menurut Undang-Undang No 12 tahun 1945, terutama pada Pasal 3 dan 4 adalah sebagai berikut :
  1. Pasal 3 : Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang masyarakat dan tanah air
  2. Pasal 4 : Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam “pancasila” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia. 
Tujuan dari pendidikan dan pengajaran yang tercantung dari Undang-Undang mengenai sistem pendidikan nasional, yaitu Undang-Undang No.2 tahun 1989 yang berbunyi :
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esan dan budi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”

Sejalan dengan perkembangan sejarah dan pembangunan negara dan bangsa Indonesia, maka rumusan tentang tujuan pendidikan sepeti tercantum dalam UU No. 12 tahun 1954 mengalami perubahan meskipun intinya adalah sama di dalam GBHN 1983-1988 tujuan pendidikan dinyatakan sebagai berikut :

“Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.”

Dari uraian di atas kita dapat melihat betapa pentingnya masalah pendidikan bagi masyarakat guna membentuk kepribadian dan sumber daya manusia yang potensial dibidang pembangunan.

PEMBAHASAN
Pengertian Sutisme
Siapakah penyandang autisme itu? Istilah ‘autisme’ pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner. Yang diartikan secara singkat yaitu orang yang hidup dalam dunianya sendiri.

Secara etimologis kata “autisme” diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada dunianya sendiri. Perilakunya timbul semata-mata karena dorongan dari dalam dirinya sendiri. Penyandang autisme seakan-akan tidak peduli dengan stimulus-stimulus yang datang dari orang lain.

Menurut Sunartini tahun 2000 menjelaskan bahwa autistik adalah gangguan perkembangan neurobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang lain.

Pendidikan Formal Bagi Penyandang Autisme
Pengertian Pendidikan Formal

Pendidikan formal anak autis adalah pendidikan yang diselenggarakan secara formal bagia anak yang telah diterapi awal dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut sudah dapat dikataan sembuh dari gejala autismenya.

Landasan yudiris
Menurut UU nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat (1) berbunyi: “Warga negara yang memilki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa, selanjutnya pasal 147 ayat (1) berbunyi: “Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan seluas-luasnya dalam penyelenggaraan pendidikan nasional”. Selanjutnya ayat (2) berbunyi: “Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan”.

Berdasarkan pengertian dan landasan yudiris di atas, bahwa negara sudah memngetur hak-hak yang dapat diterima khususnya oleh para penyandang autisme. Dimana hak-hak tersebut dilindungi oleh negara. Serta pentingnya sebuah pendidikan untuk masyarakat luas sangatlah diperlukan.

Pendidikan formal bagi penyandang autisme memang sangatlah penting dan pada sebenarnya pemerintah telah memberikan bebrapa model pendidikan formal untuk para penyandang autisme, diantaranya kelas transisi, pendidikan terpadu, pendidikan inklusi, sekolah khusus, sekolah di rumah, dan panti rehabilitasi (Quill, 1995). Yang dimaksud dari masing adalah sebagai berikut:

1. Kelas Transisi
Model ini merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan pengajaran dengan menggunakan acuan kurikulum SD yang berlaku. Namun, kurikulum tersebut telah dimodifikasi sesuai kebutuhan anak autistik. Untuk beberapa waktu kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah reguler utnuk memudahkan proses transisi, misal memulai latihan bergabung dengan kelas reguler pada saat olahraga atau istirahat atau prakarya dan sebagainya.

2. Pendidikan Terpadu
Model transisi terevaluasi, dimana tidak semua anak-anak penyandang autisme dapat bergabung dengan anak reguler, ini dikarenakan faktor kebutuhan masing-masing penyandang autisme yang berbeda. Jadi dalam model ini diperlukan kelas khusus yang hanya diperlukan untuk anak autistik.

3. Pendidikan Inklusi
Model ini dilakasanakan pada sekolah reguler yang menerima anak yang memerlukan layanan khusus, termasuk anak autistik.

4. Sekolah Khusus
Sekolah ini diperuntukan bagi anak autistik yg tidak memungkinkan mengikuti pendidikan dan pengajaran di sekolah reguler (terpadu dan inklusi). Anak-anak ini sangat sulit untuk berkonsentrasi,. Dalam hal ini anak tersenut diberi pendidikan dan pengajaran yang difokuskan dalam program fungsional, misalnya Program Bina Diri (ADL).

5. Sekolah di Rumah
Model ini diperuntukan bagi penyandang autisme yang tidak memungkinkan untuk mengikuti sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya anak non verbal, masalah motorik, dan lain sebagainya. Anak ini diberi kesempatan iktu serta dalam Model Sekolah di Rumah penanganannya melalui suatu tim yang terdiri dari orang tua, tim medis, dan tim psikolog, othopedagogik, guru para terapis dan pekerja sosial untuk merancang program pelayanan anak tersebut.

6. Panti Rehabilitasi
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah/terbatas yang diprediksi tidak dapat mengikuti pendidikan di sekolah khusus dan banyak memerlukan perawatan, sebaiknya mereka dilayani di Panti Rehabilitasi Autistik.

Berdasarkan penjabaran di atas, bahwa penanganan terhadap masing-masing anak penyandang gangguan autistik berbeda-beda. Itu dikarenakan oleh beberapa penyebab yang telah diuraikan pada masing-masing model pendidikan yang berhak diikuti oleh para penyandang autistik.

Tetapi pada kenyataannya ada beberapa model yang jarang atau bahkan sulit kita temui di Indonesia yaitu model kelas transisi, model pendidikan terpadu, dan kelas inklusi. Di Indonesia hanya ada beberapa model yang sering kami temui, yaitu model sekolah khusus sekolah di rumah, panti rehabilitasi selain itu banyak juga penyandang autistik tidak melakukan penanganan dan perawatan sama sekali. Itu dikarenakan faktor biaya yang tidak memadai dari pihak keluarga. Kebanyakan hanya pihak-pihak yang berada dari kalangan ataslah yang mendapatkan perawatan, sehingga bagi para penyandang autistik yang tidak mampu mendapatkan perawatan kebanyakan hanya di pasung, kondisi ini sangat memprihatinkan. Faktor ekonomi mencekik hak asasi manusia.

Oleh sebab itulah penulis bermaksud mengenalkan informasi seputar gangguan autistik dan membantu memberikan perawatan dan penanganan khusus untuk para penyandang autistik. Agar dikemudian hari mereka dapat dengan mandiri dan kreatif membangun sautu bangsa. Selain itu, dibuatnya gagasan ini berkeinginan untuk mendirikan sebuah yayasan yang akan memakai ketiga model di atas, dimana yayasan tersebut diperuntukan untuk para penyandang autistik baik dari kalangan bawah hingga kalangan atas dengan perawatan yang. Pendirian yayasan tersebut diharapkan dapat menemui titik keberhasilan dimana masing-masing penyandang minimal harus dapat mengenali dirinya sendir serta mengembangkannya.

Untuk pembuatan sebuah yayasan dengan label sosial bukan komersial, diperlukan tenaga-tenaga pendidik dan pengajar yang mau serta terampil dalam memenuhi kebutuhan para penyandang autistik sehingga para penyandang autistik dapat terbebas dari dunianya sendiri. Dan untuk mencapai keberhasilan tersebut ada beberapa faktor yang musti dipedomi:
  1. Berat ringannya kelainan yang dialami anak
  2. Usia pada saat diagnosis dilakukan
  3. Tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa
  4. Tingkat kelebihan (streng) dan kekurangan (weakness) yang dimiliki anak
  5. Kecerdasan
  6. Kesehatan dan kestabilan anak
  7. Terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, sarana pendidikan, lingkungan (keluarga, sekolah, dan masyarakat)
Dari ketujuh faktor itu, kita bisa membantu untuk keberhasilan perawatan dan penyembuhan para penyandang autistik terutama pada point ketujuh. Pendidikan sarana dan prasarana berupa sebuah yayasan dengan penggabungan 3 metode itu diharapkan dapat memberikan titik terang bagi para penyandang autistik terutama dari kalangan yang kurang mampu.

Implementasi beberapa metode
Dalam usaha membantu penyandang autistik agar berperilaku ‘normal’ beberapa program bisa coba lakukan adalah menjalan metode-metode atau model-model pendidikan formal bagi para penyandang autisme sehingga memungkinkan program tersebut dapat memperlihatkan efektivitas dan keberhasilannya. Menurut pendapat Djamaludin (2003) “keberhasilan dan efektivitas sutu program pada seorang anak dapat berbeda dan tidak efektif bahkan kontradiksi bila dilakukan pada nak lain. Kerangka teori pada setiap program akan berpengaruh dalam strategi dan metode evaluasi. Maka keluarga, dokter, dan penyedia pelayanan perlu mengetahui filosifi pada masing-masing program untuk membuat keputusan yang tepat dalam strategi intervensi”. Jadi ada beberapa metode yang dewasa ini sedang popular dalam membantu penyandang autistik, diantaranya, metode ABA (Applied Behavior Analysis) dimana metode ini menggunakan prosedur-prosedur ilmiah yang telah terbukti melatih anak berprihatin dan bercakap-cakap. dan metode Lovaas atau Discrete Trial Training (DTT) dimana pada teori ini menerapkan teori dan prinsip dari teori prilaku untuk autisme. Masing-masing medode memiliki keunggulan dan kelemahan. Semua bisa diterapkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dari penyandang autistik.


 


PENUTUP
Kesimpulan dan Gagasan Berdasarkan pada tinjauan serta sumber-sumber yang terkait, untuk membuat para penyandang autistik mendapatkan pendidikan yang sama dengan kebanyakan anak normal lainnya, diperlukannya peran dari berbagai pihak baik dari keluarga, pihak pemerintahan dan pihak masyarakat lingkungan sekitar sebagaimana yang sudah tertuang pada Undang-undang, bahwa masyarakat wajib ambil andil dalam mensukseskan program yang pernah direncakan pemerintah perihal penangan dan perawatan penyandang autisme dengan memberikan pendidikan yang layak. Sehingga nantinya masing-masing penderita dapat ditargetkan menuju manusia yang mulai terbiasa dengan kehidupan bermasyarakat atau tidak bermain-main lagi dengan dunianya sendiri. Yaitu dengan menyediakan sarana dan prasaran serta infrastruktur di dalam yayasan yang akan di buat nanti. Guna membantu meringankan beban para orang tua yang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya yang merupaka penderita autistik ke sekolah khusus di luar sana yang pada umumnya memerlukan biaya banyak



Oktober 23, 2015

0 comments:

Posting Komentar