Tata Cara Pengenaan, Penagihan, Dan Pembayaran Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Utan Pada Hutan Produksi

Jumat, 02 Oktober 2015

  1. bahwa berdasarkan Pasal 35 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Pasal 48 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan ditetapkan bahwa setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan dikenakan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH);
  2. bahwa berdasarkan Pasal 48 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang tata Hutan Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, ketentuan pengenaan, penagihan, dan pembayaran Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu menetapkan tata cara pengenaan, penagihan dan pembayaran Iuran Izin Usaha Pemanfataan Hutan pada Hutan Produksi dengan Keputusan Menteri Kehutanan.
Mengingat : 
  • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; 
  • Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah; 
  • Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 
  • Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan; 
  • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan; 
  • Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1998 tentang Provisi Sumber Daya Hutan; 
  • Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 jis Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan; 
  • Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan; 
  • Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 
  • Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; 
  • Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 123/kpts-II/1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan; 
  • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 109/KMK.06/2004 tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari Sumber Daya Alam Sektor Kehutanan. 
M E M U T U S K A N :
Menetapkan  Keputusan Keputusan Menteri Kehutanan Tentang Tata Cara Penagihan, Dan Pembayaran Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Pada Hutan Produksi Pengenaan,.
 
Pasal 1
 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
  1. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) pada hutan produksi yang selanjutnya disebut IIUPH adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan hutan pada hutan produksi atas suatu kawasan hutan tertentu yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan.
  2. Izin usaha pemanfaatan hutan pada hutan produksi terdiri dari izin usaha pemanfataan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan alam, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu pada hutan tanaman. Izin usaha pemanfaatan kawasan adalah izin usaha memanfaatkan kawasan pada hutan produksi.
  3. Izin usaha pemanfataan jasa lingkungan adalah izin usaha memanfaatkan lingkungan pada hutan produksi.
  4. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan alam adalah izin untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu dan atau bukan kayu.
  5. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman adalah izin untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penyiapan lahan, perbenihan atau pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu dan atau bukan kayu.
  6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan.
  7. Kepala Dinas Propinsi adalah Kepala Instansi yang bertanggung jawab bidang Kehutanan di Daerah Propinsi.
  8. Kepala Dinas Kabupaten/Kota adalah Kepala Instansi yang bertanggung jawab bidang Kehutanan di Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 2 Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) dikenakan kepada :
  • Pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan.
  • Pemegang izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan.
  • Pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan alam.
  • Pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman.
Pasal 3 Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) dikenakan pada :
  • Areal hutan yang dibebani izin usaha pemanfaatan kawasan;
  • Areal hutan yang dibebani izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan;
  • Areal hutan yang dibebani izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan alam;
  • Areal hutan yang dibebani izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pad ahutan tanaman.
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan juga terhadap penambahan areal kerja dan atau perpanjangan izin usaha pemanfaatan hutan pada hutan produksi.

Pasal 4
Besarnya pengenaan IIUPH yang terhutang dihitung berdasarkan luas areal hutan yang diberikan dalam izin dikalikan dengan tarif IIUPH.

Besarnya tarif IIUPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 5 
  • Pejabat Penagih wajib menerbitkan Surat Perintah Pembayaran Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (SPP-IIUPH) sebagai dasar pembayaran IIUPH yang terhutang.
  • Penerbitan SPP-IIUPH yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah salinan keputusan pemberian izin usaha pemanfaatan hutan diterima oleh Pejabat Penagih.
  • Pejabat Penagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
  1. Direktur Jenderal untuk perizinan usaha pemanfaatan kawasan, usaha pemanfaatan jasa lingkungan, usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan alam dan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada hutan tanaman yang izinnya diterbitkan oleh Menteri Kehutanan.
  2. Kepala Dinas Propinsi untuk perizinan usaha pemanfaatan kawasan, usaha pemanfaatan jasa lingkungan, usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan alam dan usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman yang izinnya diterbitkan oleh Gubernur.
  3. Kepala Dinas Kabupaten/Kota untuk perizinan usaha pemanfaatan kawasan, usaha pemanfataan jasa lingkungan, usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan alam dan usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman yang izinnya diterbitkan oleh Bupati/Walikota.
  4. Penerbitan SPP-IIUPH yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) perlu disebutkan kode referensi pemegang izin selaku Wajib Bayar dalam pembayaran IIUPH sesuai daerah penghasil terdiri dari:
  • Kode daerah Propinsi;
  • Kode daerah Kabupaten/Kota;
  • Kode jenis perizinan;
  • Kode nama perusahaan;
  • Kode tahun dan bulan tagihan.
SPP-IIUPH yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat rangkap 5 (lima) diperuntukkan kepada:
  • Lembar kesatu untuk Pemegang Izin selaku Wajib Bayar;
  • Lembar kedua untuk Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan;
  • Lembar ketiga untuk Direktur Jenderal;
  • Lembar keempat untuk Kepala Dinas Propinsi;
  • Lembar kelima untuk Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
Format blanko SPP IIUPH yang terhutang sebagaimana pada lampiran 1.
Pasal 6
Berdasarkan SPP IIUPH sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 Pemegang Izin selaku Wajib Bayar membayar IIUPH yang terhutang ke Kas Negara melalui Bendaharawan Penerima Departemen Kehutanan pada bank yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan dengan mencantumkan kode daerah penghasil menggunakan format blanko SSBP-IK sebagaimana pada lampiran 2.

Pasal 7
  1. Jangka waktu pembayaran IIUPH yang terhutang selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya SPP-IIUPH yang terhutang.
  2. Dalam hal pemegang izin selaku Wajib Bayar belum melunasi IIUPH yang terhutang sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemegang izin diberikan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu pembayaran IIUPH.
  3. Apabila sampai jatuh tempo, pemegang izin selaku wajib bayar tidak dapat melunasi SPP IIUPH yang terhutang dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka Keputusan pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan ditarik kembali oleh Pemberi Izin.
Pasal 8
  1. Dalam hal pemegang izin selaku wajib bayar telah melakukan pembayaran IIUPH yang terhutang dengan lunas selanjutnya melaporkan realisasi pembayaran IIUPH tersebut dengan menyerahkan bukti bayar yang dilegalisir bank penerima kepada Pejabat Penagih sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (3).
  2. Bukti bayar IIUPH yang dilegalisir bank penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk menyerahkan keputusan pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kepada pemegang izin yang dituangkan dalam Berita Acara.
Pasal 9
  1. Bagi pemohon IUPHHK pada hutan alam yang telah terlanjur membayar IIUPH untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, maka IIUPH untuk jangka wakyu 35 (tiga puluh lima) tahun tersisa harus dibayar lunas dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya Keputusan Menteri tentang pemberian izin.
  2. Bagi pemohon IUPHHK pada hutan alam yang belum terlanjur membayar IIUPH, tetap dikenakan untuk jangka waktu 55 (lima puluh lima) tahun.
  3. Bagi wajib bayar yang memperoleh izin atas dasar penawaran lelang, tetap dikenakan IIUPH untuk jangka waktu 55 (lima puluh lima) tahun.
Pasal 10
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka ketentuan yang mengatur tentang pengenaan, penagihan, dan pembayaran IIUPH pada hutan produksi yang bertentangan dengan Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku. 



Oktober 02, 2015

0 comments:

Posting Komentar