CakupanSeluruh siswa di Indonesia diperlukan secara sama oleh hukum, kebijakan, dan kurikulum. Hukum dan peraturan tentang pendidikan, kebijakan pendidikan, dan kurikulum berlaku untuk seluruh sekolah baik negeri maupun swasta dimanapun lokasinya. Tidak terdapat upaya pembedaan antara sekolah swasta dan negeri, antara sekolah pedesaan, perkotaan dan metropolitan, dan sekolah-sekolah yang terkait dengan kelompok etnis berbeda. Tidak ada rencana dan praktik mendiskriminasikan sekolahsekolah tertentu. Perbedaan yang ada di antara mereka yang tinggal di pedesaan dan di kota atau di area metropolitan disebabkan adanya keragaman kemampuan orangtua di perdesaan atau daerah terpencil lainnya dan di perkotaan atau area metropolitan dalam memberi dukungan bagi anakanak mereka. Keterbatasan ketersediaan sumber daya pendidikan menjadikan pemerintah mengalami kesulitan untuk mendistribusikan jauh lebih banyak sumber daya pendidikan pendidikan ke perdesaan atau daerah terpencil lainnya. Pemerintah pusat mensubsidi secara langsung sekolahsekolah berdasarkan jumlah siswa yang bersekolah di tempat tersebut. Namun demikian setidaknya upaya ke arah itu telah dimulai, yaitu dengan memberikan tunjangan khusus bagi guru-guru yang bertugas di daerah terpencil termasuk beasiswa bagi anak-anaknya .
Untuk anak-anak yang kurang terlayani, Pemerintah telah mulai memberlakukan diskriminasi positif. Suatu layanan pendidikan alternatif pada jalur non-formal yang setara dengan pendidikan SD, SMP, dan SMA pada jalur formal telah diperkenalkan pada tahun 1990-an dan secara generik disebut pendidikan kesetaraan. Melalui pola pendidikan ini tersedia kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak-anak dan remaja yang tidak mampu mengikuti sistem pendidikan formal, karena umur, status pekerjaan, jarak sekolah yang jauh, dan ketidakmampuan ekonomi. Ijasah yang diterbitkan dari Program Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Program Paket dan C setara SMA mempunyai civil effect yang sama dengan ijasah SD, SMP, dan SMA.
Terdapat program-program khusus yang secara positif mempengaruhi lingkungan pendidikan dan salah satunya adalah program pendidikan inklusif. Melalui program pada SD, SMP,dan SMA ini anak-anak yang berkebutuhan khusus memperoleh pengalaman pendidikan dan lingkungan yang sama dinikmati oleh siswa pada umumnya. Sekali siswa berkebutuhan khusus masuk ke program inklusif maka dia berhak untuk mengikuti pendidikan hingga perguruan tinggi. Dengan adanya program ini maka siswa berkebutuhan khusus yang dulunya hanya mempunyai satu pilihan pendidikan, yaitu SLB, sekarang mempunyai pilihan yang lebih luas ditinjau dari dua sudut pandang. Dari sudut pandnag jenjang pendidikan,maka kesempatan pendidikan mereka meningkat sampai kejenjang pendidikan tinggi dan dari sudut pandang lingkungan pendidikan, mereka sekarang memiliki pilihan untukmenikmati pendidikan dengan lingkungan belajar yang sama dnegan para siswa pada umumnya.
Materi dan Komponen Pendidikan serta Jaringan
Indonesia meratifikasi hampir seluruh konvensi hak asasi manusia internasional karena sangat konsisten dengan UUD. Dengan ratifikasi ini, materi pendidikan hak asasi manusia di Indonesia harus sejalan dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal (Universal Declaration of Human Rights, UDHR), Konvensi Hak-Hak Anak-Anak (Convention on the Rights of the Child, CRC) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Elimination of All Forms of Discrimination Against Women, CEDAW).
Namun dmeikian dalam prakteknya masih terdapat beberapa isu yang membutuhkan perhatian serius. Pertama adalah kesiapan para guru dan kedua adalah ketersediaan bahan-bahan pelajaran di sekolah-sekolah. Upayaupaya yang dilakuan sejauh ini meliputi : (i) pengembangan kurikulum hak asasi manusia dan bahan-bahan belajar mengajar , (ii) contoh implementasi pendidikan hak asasi manusia di sekolah dan perguruan tinggi, dan (iii) kemampuan mengembangkan institusi.
Kurikulum pendidikan hak asasi manusia untuk sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas dikembangkan berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini terdiri dari konsep-konsep umum, konsep khusus dan indikator-indikator. Pada sekolah dasar, pendidikan hak asasi manusia diintegrasikan ke dalam dua mata pelajaran, yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial dan Agama. Pada sekolah menengah pertama, pendidikan tersebut diintegrasikan ke dalam 2 mata pelajaran, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan dan Agama. Pada sekolah menengah atas, pendidikan tersebut diintegrasikan ke dalam 3 mata pelajaran, yaitu Agama, Geografi dan Sosiologi.
Materi ajar yang a.l. dikembangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, Departemen Pendidikan Nasional, Komite Nasional untuk Perempuan, dan Pusat Informasi HAM Asia Pasifik termasuk buku teks, kurikulum sekolah, rencana-rencana pelajaran, buku-buku komik, brosur-brosur, stiker-stiker dan pamflet-pamflet. Target dari bahan-bahan tersebut di atas termasuk para siswa SD,SMP, SMA dan mahasiswa serta warga masyarakat pada umumnya.
Di bawah kerjasama erat dengan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama, Kementerian Hukum dan HAM telah secara serius melakukan proyek percontohan pendidikan hak asasi manusia di sekolahsekolah. Beberapa SD dan MI, SMP dan MTs., serta SMA dan MA menjadi percontohan pendidikan hak asasi manusia. Lebih lanjutm dengan kerjasama erat dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Hukum dan HAM meyakinkan beberapa perguruan tinggi terkemuka mengenai pentingnya pendidikan hak asasi manusia bagi para mahasiswa. Sebagai hasilnya, hampir seluruh universitas negeri telah menerapkan pendidikan hak asasi manusia sebagai kuliah terpisah atau sebagai merupakan materi yang diintegrasikan ke mata lain, seperti Pendidikan Kewarganegaraan.
Terdapat beberapa upaya institusional yang telah dilakukan sejauh ini. Pertama, Kementerian Hukum dan HAM telah berkampanye untuk pengembangan pusat penelitian hak asasi manusia pada institusi pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini menghasilkan pembangunan 36 pusat berbasis perguruan tinggi. Kedua, adopsi rencana aksi nasional hak asasi manusia. Rencana Aksi tahun 2004-2009 ini menyediakan basis bagi pendidikan hak asasi manusia pada sistem sekolah di Indonesia. Rencana ini terdiri dari 6 program utama, salah satunya adalah "Diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia." Program khusus ini diadopsi karena adanya keyakinan bahwa perlindungan, promosi, pemenuhan dan penghargaan hak asasi manusia sangat ditentukan oleh budaya dan nilai hak asasi manusia. Pendidikan merupakan cara terampuh untuk menyemai budaya dan nilai-nilai tersebut.
Mekanisme untuk Implementasi termasuk Pedagogi
Komitmen tinggi Indonesia dalam mempromosikan hak asasi manusia dapat dilihat dari banyaknya institusi yang berurusan dengan pendidikan hak asasi manusia. Adanay berbagai aktor di bidang ini memungkinkan Departemen Pendidikan Nasional terhubung dengan berbagai aktor kunci seperti Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Nasional Hak-Hak Anak-Anak, dan Komisi Nasional Ombudsman, dan berbagai lembaga perguruan tinggi. Kementerian tersebut bertindak sebagai koordinator kegiatan-kegiatan terkait dengan hak asasi manusia. Di dalam kementerian tersebut terdapat direktorat jenderal yang ditugaskan untuk implementasi hak asasi manusia, yaitu Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Secara khusus aktivitas pendidikan berkaitan dengan hak asasi manusia merupakan tanggungjawab Direktorat Diseminasi HAM. Ini berarti bahwa Departemen Pendidikan Nasional tidak harus mengembangkan segalanya sendirian.
Komitmen tinggi Indonesia dalam mempromosikan hak asasi manusia dapat dilihat dari banyaknya institusi yang berurusan dengan pendidikan hak asasi manusia. Adanay berbagai aktor di bidang ini memungkinkan Departemen Pendidikan Nasional terhubung dengan berbagai aktor kunci seperti Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Nasional Hak-Hak Anak-Anak, dan Komisi Nasional Ombudsman, dan berbagai lembaga perguruan tinggi. Kementerian tersebut bertindak sebagai koordinator kegiatan-kegiatan terkait dengan hak asasi manusia. Di dalam kementerian tersebut terdapat direktorat jenderal yang ditugaskan untuk implementasi hak asasi manusia, yaitu Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Secara khusus aktivitas pendidikan berkaitan dengan hak asasi manusia merupakan tanggungjawab Direktorat Diseminasi HAM. Ini berarti bahwa Departemen Pendidikan Nasional tidak harus mengembangkan segalanya sendirian.
Untuk mengimplementasikan pendidikan hak asasi manusia telah disusun RANHAM pertama yang diadopsi pada tahun 2003. Berdasarkan rencana aksi ini kgiatan-kegiatan operasional yang telah dilaksanakan meliputi kurikulum dan pengembangan bahan-bahan ajar, pelatihan guru, pembangunan pusat hak asasi manusia berbasis universitas, dll. yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk membiayai kegiatan-kegiatan tersebut biaya dialokasikan pada Kementerian Hukum dan HAM, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan pada berbagai perguruan tinggi.
Dimulai pada tahun 2006, kurikulum untuk sekolah-sekolah telah bergeser sedikit demi sedikit dari kurikulum yang dikembangkan secara nasional menjadi kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah. Desentralisasi kurikulum ini menyediakan kesempatan yang sangat luas bagi sekolahsekolah untuk mengadaptasikan pendidikan hak asasi manusia dengan materi dan kegiatan pendidikan yang sesuai dengan lingkungan masing-masing sekolah. Namun demikian, perlu diakui bahwa pergeseran paradigma pada pengembangan kurikulum sekolah ini membuat mekanisme pengendalian menjadi lebih rumit. Departemen Pendidikan Nasional menetapkan standar isi pendidikan dan kompetensi para lulusannya, sementara penerjemahan standar-standar tersebut ke dalam rencana harian pembelajaran sepenuhnya dilakukan oleh sekolah dan para guru. Karena manajemen pendidikan, termasuk pendidikan hak asasi manusia ditransfer dari tingkat nasional ke tingkat kabupaten/kota, maka mekanisme pengendalian implementasi pendidikan hak asasi manusia tergantung kepada para pengawas SD, SMP, dan SMA serta madrasah yang setara. Para pengawas tersebut bertanggungjawab kepada kepala dinas yang membidangi pendidikan yang tidak memiliki hubungan struktural dengan Departemen Pendidikan Nasional sama sekali.
Pada era desentralisasi ini memang paradigma pendidikan berubah. Departemen Pendidikan Nasional mengubah "paradigma mengendalikan atau mengontrol" menjadi "paradigma menjamin kualitas."iv Menggunakan paradigma yang ditulikan belakangan, Departemen Pendidikan Nasional memastikan kecukupan penyediaan input pendidikan, ketepatan penyelenggaraan proses belajar-mengajar, dan kesesuaian output pendidikan. Pada aspek input, Pusat Kurikulum dan kantor-kantor lainnya di Departemen
Pendidikan Nasional mengembangkan dan mendistribusikan panduan pengembangan kurikulum sekolah dengan beberapa contoh kurikulum sekolah dan juga mendistribusikan Standar Nasional Pendidikan. Mulamula sekolah-sekolah dapat mengadopsi langsung contoh-contoh kurikulum sekolah yang diterimanya dari Departemen dan menggunakannya dalam kegiatan proses belajar mengajar sehari-hari. Setelah mereka terbiasa dengan kurikulum tersebut, diharapkan mereka mulai mengadaptasinya dan membuat beberapa penyesuaian untuk menjadikan kurikulum yang digunakan lebih relevan dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan masingmasing sekolah. Pada tingkat selanjutnya, setelah mereka dapat menyempurnakan dan menggunakannya dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari, seluruh sekolah diharapkan dapat mengembangkan sendiri kurikulum yang berbasis Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan.
Pelatihan dalam jabatan tentang pengembangan kurikulum sekolah bagi para guru dan pengawas dilakukan di bawah pengawasan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di tingkat propinsi. Menggunakan pengetahuan baru mereka dalam pengembangan kurikulum, para pengawas membantu para guru untuk mengadopsi, lalu lalu melakukan adaptasi, dan kemudian mengembangkan kurikulum sendiri dan menggunakannya pada proses belajar mengajar. Selain itu, Pusat Kurikulum, Balitbang, menyelenggarakan pelatihan bagi para pendamping pengembangan kurikulum yang akan membantu tiap individu di sekolah dalam pengembangan kurikulum sekolahnya masing-masing. Upaya serius lainnya dilakukan oleh Kelompok
Kerja Guru dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran yang melaksanakan kegiatan yang dibiayai secara nasional dalam melaksanakan peer-tutoring. Metode peningkatan kemampuan orang dewasa semacam ini dapat memacu keterampilan dan pengetahuan tiap individu guru dalam pengembangan kurikulum serta menggunakan kurikulum yang telah dikembangkan pada proses belajar mengajar sehari-hari. Metode belajar mengajar menggunakan tutor individual ini telah terbukti sangat efektif dalam meningkatkan kompetensi guru pada pengembangan kurikulum, pedagogi dan materi pengajaran.
Kerja Guru dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran yang melaksanakan kegiatan yang dibiayai secara nasional dalam melaksanakan peer-tutoring. Metode peningkatan kemampuan orang dewasa semacam ini dapat memacu keterampilan dan pengetahuan tiap individu guru dalam pengembangan kurikulum serta menggunakan kurikulum yang telah dikembangkan pada proses belajar mengajar sehari-hari. Metode belajar mengajar menggunakan tutor individual ini telah terbukti sangat efektif dalam meningkatkan kompetensi guru pada pengembangan kurikulum, pedagogi dan materi pengajaran.
Bagaimanapun juga terdapat beberapa masalah utama dalam pengintegrasian pendidikan hak asasi manusia ke dalam kurikulum melalui pada era desentralisasi. Sebuah isu utama adalah absennya strategi pengarusutamaan yang akan membuat seluruh guru dan kepala sekolah sadar terhadap pentingnya pendidikan hak asasi manusia dan merasa perlu mengintegrasikannya ke dalam kurikulum sekolah. Masalah lain yang timbul adalah mengenai dukungan proses belajar mengajar dan instruksi terkait bagi para guru dan kepala sekolah tentang integrasi pendidikan hak asasi manusia ke dalam kurikulum sekolah.
Pengembangan kurikulum pendidikan hak asasi manusia oleh Kementerian Hukum dan HAM merupakan inisiatif yang penting. Namun inisiatif ini tidak mungkin tidak dapat mencapai targetnya sepanjang kurun waktu. Kurikulum tersebut harus berhubungan dengan contoh kurikulum yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan didistribusikan ke seluruh Indonesia. Namun ini bukanlah letak permasalahannya. Contoh kurikulum sekolah yang telah dikembangkan di tingkat nasional telah didistribusikan ke seluruh sekolah di seluruh Indonesia sementara kurikulum untuk pendidikan hak asasi manusia yang dikembangkan oleh Kementerian tersebut belum didistribusikan secara nasional.
Melalui pendekatan integrasi pendidikan hak asasi manusia, proses belajar mengajar menjadi sangat penting. Ketika para guru harus bertanggungjawab untuk menyampaikan materi hak asasi manusia secara terintegrasi melalui mata pelajaran yang diampunya, bisa saja terjadi tidak ada seorang gurupun yang merasa bertanggungjawab untuk melakukannya. Penyatuan komponen komponen materi pendidikan HAM, mengemasnya menjadi paket-paket pesan pendidikan HAM, dan menyampaikan pesan-pesan tersebut kepada para siswa melalui berbagai mata pelajaran memerlukan upaya yang sangat terkoordinasikan. Pertanyaannya adalah “siapa yang merasa bertugas untukmengkoordinaikan langkah-langkah tersebut? Selain itu, meskipun konsep-konsep dan ide-ide tentang hak asasi manusia serta materi pendidikan hak asasi manusia telah dimasukkan ke dalam standar dan materi kurikulum nasional, hal ini tidak berarti akan diterjemahkan secara langsung ke dalam kurikulum sekolah yang dikembangkan oleh para guru. Jangan-jangan para guru tetap butuh 'keputusan", "perintah" atau "permintaan" untuk melakukannya dan sejauh ini rasanya belum ada "keputusan", "perintah" atau "permintaan" semacam itu.
0 comments:
Posting Komentar