Meningkatkan Keterampilan Diskusi Siswa Kelas X SMA

Jumat, 12 Februari 2016

Meningkatkan Keterampilan Diskusi Siswa Kelas X SMA, Batul Melalui Metode Pembelajaran Two Stay  Two Stray

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran diskusi dan meningkatkan keterampilan diskusi siswa kelas X SMA N 1 Pleret, Bantul melalui model pembelajaran Two Stay Two Stray. Model pembelajaran Two Stay Two Stray dipilih karena dapat memacu dan mendorong siswa untuk aktif berbicara menyampaikan ide/gagasan dalam kegiatan berdiskusi.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XC SMA N I Pleret, Bantul. Penelitian difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan masih rendahnya keterampilan siswa dalam kegiatan diskusi, siswa cenderung malu dan kurang berani dan percaya diri dalam mengungkapkan gagasan, ide, pikiran, sanggahan, maupun persetujuan pada saat berdiskusi dan kurang bervariasinya penggunaan model pembelajaran dalam kegiatan diskusi. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan, wawancara, tes keterampilan berdiskusi siswa, catatan lapangan, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif.Keabsahan data diperoleh melalui validitas (demokratik, proses, dialogik, hasil) dan reliabilitas dengan menyajikan data asli berupa catatan lapangan, transkrip wawancara, lembar observasi, lembar penilaian diskusi, dan foto kegiatan. 

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu persentase ketercapaian indikator keterampilan diskusi mengalami peningkatan pada setiap siklus. Kemampuan rata-rata siswa dalam berdiskusi sebelum adanya implementasi tindakan berkategori kurang. Namun, setelah implementasi tindakan selama tiga siklus, kemampuan rata-rata siswa dalam berdiskusi menjadi berkategori baik sekali. Hasil penelitian menunjukkan: (1) secara proses, pembelajaran diskusi mengalami peningkatan yang signifikan. Sebelum implementasi tindakan, siswa masih belum aktif melakukan diskusi dan belum mampu bekerjasama dengan baik pada saat berdiskusi. Setelah implementasi tindakan, siswa menjadi aktif dan mampu bekerjasama dengan baik pada saat berdiskusi; (2) secara produk, siswa dalam berdiskusi pada saat pratindakan dengan skor rata-rata 7,31 dan pada akhir pelaksanaan tindakan yakni siklus III menjadi 20,90. Kemampuan siswa dalam berdiskusi mengalami peningkatan sebesar 13,59.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada pembelajaran keterampilan berbicara, terdapat berbagai kegiatan, antara lain: bercerita berdasar gambar, berbicara berdasar rangsang suara, wawancara, diskusi, pidato, dan debat. Pembelajaran diskusi merupakan salah satu keterampilan berbicara yang diajarkan di sekolah. Dalam silabus sekolah, pembelajaran diskusi memiliki standar kompetensi dan kompetensi dasar: 
2. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan berkenalan, berdiskusi, dan bercerita.
2.2 pembelajaran tersebut adalah mendiskusikan masalah (yang ditemukan dari berbagai berita, artikel, atau buku). 
Diskusi merupakan kegiatan memecahkan sebuah permasalahan secara bersama-sama untuk mengambil kesimpulan dari permasalahan tersebut. Melalui diskusi, siswa berlatih untuk berkomunikasi dengan orang lain secara berkelompok. Siswa juga dituntut untuk aktif mengeluarkan ide/gagasan untuk memberikan pendapat tentang suatu permasalahan melalui kegiatan berdiskusi. Hal ini mampu merangsang kreativitas,keberanian, membangun kerjasama kelompok, dan melatih sikap saat berkomunikasi dengan orang lain. Pada pelaksanaan pembelajaran diskusi, seringkali siswa kurang mampu melakukan diskusi dengan tepat. Siswa hanya sekedar berdiskusi untuk melaksanakan tugas dalam mata pelajaran bahasa Indonesia tanpa memperhatikan tujuan dan manfaat dari pembelajaran tersebut. Banyak siswa mengalami kesulitan ketika harus mengungkapkan pikiran atau pendapatnya di hadapan teman sekelasnya. Siswa lebih banyak diam dan cenderung tidak aktif. Terlebih pada praktiknya, siswa sulit dalam menyampaikan gagasannya tentang sebuah permasalahan dalam sebuah forum. Oleh karena itu, siswa membutuhkan pemahaman mengenai apa itu diskusi dan bagaimana cara melakukan diskusi yang baik, khususnya berdiskusi dalam sebuah kelompok. 

Dari permasalahan di atas, diperlukan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keterampilan diskusi siswa. Dalam menentukan model pembelajaran diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang akan disampaikan dan pengetahuan tentang model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran yang sudah ada sangat banyak sehingga harus dipilih model yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Situasi dan kondisi siswa di kelas juga harus diperhatikan sehingga pada prosesnya tidak mengalami hambatan yang justru akan merugikan siswa. Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk dapat memilih dan menerapkan model pembelajaran di kelas agar materi pembelajaran dapat tersampaikan dengan optimal. Di samping itu, guru harus mampu menyesuaikan model pembelajaran dengan kondisi siswa di kelas selama proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa khususnya dalam pembelajaran diskusi.

Berdasar hasil observasi awal dan wawancara peneliti dengan guru Bahasa Indonesia kelas X SMA N 1 Pleret, Bantul yakni Ibu Dra. Sri Wilujeng T, secara umum ditemukan beberapa kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan pembelajaran diskusi di kelas, seperti: siswa kurang mengetahui tentang diskusi yang baik,siswa cenderung pasif dan sulit untuk berbicara, siswa kurang berani dan kurang aktif dalam mengutarakan gagasan atau pikirannya pada saat kegiatan berdiskusi. Pembelajaran diskusi di kelas X SMA N 1 Pleret, Bantul belum menggunakan model pembelajaran yang sesuai, sehingga pada pelaksanaannya belum berhasil secara optimal. Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam pembelajaran diskusi. Oleh karena itu, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray dalam pembelajaran diskusi. 

Two Stay Two Stray merupakan model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu, padahal pada kenyataan hidup di luar sekolah, manusia itu saling membutuhkan satu dengan yang lainnya (Lie, 2010: 62). Pada pembelajaran dengan model ini siswa diajarkan untuk secara aktif melakukan diskusi secara berkelompok dan bekerjasama membahas sebuah permasalahan.

Kelebihan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini dalam diskusi yakni siswa dapat aktif selama pembelajaran dan lebih menguasai permasalahan yang didiskusikan. Pelaksanaannya dilakukan dengan membentuk kelompok yang masing-masing anggota terdiri dari empat siswa dengan kemampuan yang heterogen. Siswa akan merasa memiliki tanggung jawab dan ketertarikan untuk melaksanakan kegiatan ini. Siswa juga lebih berwawasan luas, mempunyai ide,dan aktif mengungkapkan pikiran dan gagasan mereka. Dengan model pembelajaran ini, siswa akan mampu berbicara karena langkah dalam model Two Stay Two Stray mengharuskan siswa untuk berbicara dalam sebuah diskusi. 

Pembelajaran diskusi menggunakan model Two Stay Two Stray diharapkan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan menarik serta menyenangkan bagi siswa. Selain itu, guru juga dapat lebih mudah dalam membimbing siswa. Penerapan model ini diharapkan dapat menjadi alternatif bagi guru dalam pembelajaran diskusi agar semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membantu meningkatkan kemampuan diskusi siswa kelas X SMA N 1 Pleret, Bantul. 

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil wawancara dengan guru Bahasa Indonesia SMA N 1 Pleret, Bantul terdapat beberapa masalah yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
  1. Kurangnya pengetahuan siswa dalam kegiatan diskusi,
  2. Rendahnya keterampilan siswa dalam kegiatan diskusi, siswa cenderung kurang aktif, kurang berani, dan percaya diri dalam mengungkapkan gagasan, ide, pikiran, sanggahan, maupun persetujuan pada saat berdiskusi,
  3. Kurangnya keterampilan siswa dalam berbicara pada saat pembelajaran diskusi, 
  4. Kurangnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran,
  5. Kurang bervariasinya penggunaan model pembelajaran dalam kegiatan diskusi.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tidak semua masalah dibahas dalam penelitian ini. Agar penelitian ini lebih terfokus dan diperoleh kerja yang maksimal maka penelitian ini dibatasi pada peningkatan keterampilan diskusi siswa kelas X SMA N 1 Pleret, Bantul. Pembatasan masalah ini dipilih terkait dengan adanya masalah yaitu masih rendahnya keterampilan siswa dalam kegiatan diskusi, siswa cenderung malu dan kurang berani dan percaya diri dalam mengungkapkan gagasan, ide, pikiran, sanggahan, maupun persetujuan pada saat berdiskusi dan kurang bervariasinya penggunaan model pembelajaran dalam kegiatan diskusi.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yakni sebagai berikut.
  1. Bagaimana peningkatan proses pembelajaran diskusi Siswa Kelas X SMA N 1 Pleret, Bantul melalui Model Pembelajaran Two Stay Two Stray?
  2. Bagaimana peningkatan keterampilan berdiskusi Siswa Kelas X SMA N 1 Pleret, Bantul melalui Model Pembelajaran Two Stay Two Stray?
E. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan proses pembelajaran diskusi dan meningkatkan keterampilan diskusi siswa kelas X SMA N 1 Pleret, Bantul melalui model pembelajaran Two Stay Two Stray. 

F. Manfaat
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut :
  1. Memberikan masukan bagi guru Bahasa Indonesia mengenai alternatif model pembelajaran Bahasa Indonesia.
  2. Memberikan masukan pengetahuan bagi siswa untuk meningkatkan keterampilan diskusi.
  3. Bagi pihak sekolah, penelitian ini diharapkan dapat lebih mengembangkan inovasi dalam pembelajaran khususnya pembelajaran bahasa Indonesia.
G. Batasan Istilah
  1. Peningkatan adalah kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
  2. Diskusi adalah kegiatan bertukar pikiran yang teratur dan terarah mengenai suatu permasalahan.
  3. Two Stay Two Stray adalah salah model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Model pembelajaran ini diperkenalkan oleh Spencer Kagan (1992).

BAB II
KAJIAN TEORI 
A. Keterampilan Berbicara
Untuk menyampaikan suatu maksud dengan benar dan sesuai tujuan dalam berkomunikasi, diperlukan kemampuan berbicara yang baik. Dalam KBBI (2005: 148), berbicara adalah suatu kegiatan berkata, bercakap, berbahasa, melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dan sebagainya). Menurut Nurgiyantoro (2010: 399), berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara. 

Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu misalnya memberikan informasi atau memberi motivasi (Hendrikus, 2009: 14). Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Bahasa dan pembicaraan muncul ketika manusia mengungkapkan dan menyampaikan pikirannya kepada manusia lain. Senada dengan hal tersebut, Tarigan (2008: 16), mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan gagasan, dan pikiran. 

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar dan harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan (Tarigan, 2008: 16).

Dari beberapa pendapat mengenai pengertian berbicara, dapat diambil kesimpulan bahwa berbicara merupakan kegiatan mengucapkan bunyi-bunyi berupa bahasa yang dilakukan oleh manusia untuk menyatakan sebuah informasi. Tujuan utama berbicara ialah untuk berkomunikasi memahami segala sesuatu yang dikomunikasikan.

Untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain harus memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, si pembicara juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu, pembicara harus berbicara dengan jelas dan tepat. Adapun beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara ada dua yakni faktor kebahasaan dan nonkebahasaan (Arsjad, 2005: 17-20).

Faktor kebahasaan meliputi: 
  1. Ketepatan ucapan, seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Selain itu, pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan 8menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, dan kurang menarik. Oleh karena itu, sebagai pembicara yang baik hendaknya mampu mengatur ketepatan ucapan pada saat berbicara sesuai dengan penempatan ucapan yang benar; 
  2. Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalah menjadi menarik; 
  3. Pilihan kata (diksi), pilihan kata hendaknya tepat, jelas, bervariasi, jelas maksudnya, dan mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran; 
  4. Ketepatan sasaran pembicaraan, hal ini berhubungan dengan pemakaian kalimat. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. 
Selain faktor kebahasaan, terdapat pula faktor nonkebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara. Faktor-faktor yang bersifat nonkebahasaan tersebut meliputi : 
  1. Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, 
  2. Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, 
  3. Kesediaan menghargai pendapat orang lain, 
  4. Gerak-gerik dan mimik yang tepat, 
  5. Kenyaringan suara juga sangat menentukan,
  6. Kelancaran berbicara, dan
  7. Relevansi/penalaran.
B. Bentuk-bentuk Kegiatan Berbicara dalam Pembelajaran Bahasa
Ada berbagai bentuk kegiatan yang dapat diberikan kepada peserta didik untuk mengukur kompetensi berbicara dalam bahasa target. Apapun bentuk tugas yang dipilih haruslah memungkinkan peserta didik untuk tidak saja mengekspresikan kemampuan berbahasanya, melainkan juga mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, atau menyampaikan suatu informasi. Dengan demikian, tes tersebut bersifat fungsional, di samping dapat juga mengungkap kemampuan peserta didik berbicara dalam bahasa yang bersangkutan mendekati pemakaiannya secara normal. Pemberian tugas pada peserta didik dalam kegiatan berbicara hendaklah dilakukan dengan cara yang menarik dan menyenangkan agar peserta didik tidak merasa tertekan dan dapat mengungkapkan kompetensi berbahasanya khususnya dalam kegiatan berbicara secara normal dan maksimal.

Dalam kegiatan berbicara, terdapat berbagai bentuk. Bentuk-bentuk kegiatan berbicara tersebut memiliki langkah kegiatan yang berbeda-beda. Adapun bentuk bentuk kegiatan berbicara dalam pembelajaran bahasa menurut Nurgiyantoro (2010: 401-420), sebagai berikut : 
  1. Berbicara berdasarkan gambar, rangsang gambar yang dapat dipakai di sini dapat dikelompokkan ke dalam gambar objek dan gambar cerita. Gambar objek merupakan gambar tentang objek tertentu yang berdiri sendiri yang kehadirannya tidak memerlukan bantuan objek gambar yang lain; 
  2. Berbicara berdasarkan rangsang suara, tugas berbicara berdasarkan rangsang suara yang lazim dipergunakan adalah suara yang berasal dari siaran radio atau rekaman yang sengaja dibuat untuk maksud itu;
  3. Berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara, merupakan gabungan antara berbicara 



Februari 12, 2016

0 comments:

Posting Komentar