Minggu, 13 September 2015

NTEGRASI HAK ASASI MANUSIA DALAM PENDIDIKAN
APA DAN BAGAIMANA

Kovenan internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan, bersama dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), telah dideklarasikan oleh PersatuanBangsa-Bangsa (PBB) untuk membentuk Perjanjian Internasional tentang Hak Asas
i Manusia (HAM). Tiga perjanjian internasional lainnya yang menjadi tolokukur dalam upaya global mencapai tujuan-tujuan Pendidikan Untuk Semua (PUS)dan secara khusus untuk menghapus diskriminasi dalampendidikan yaitu: 
  1. Konvensi UNESCO tentang Penentangan Diskriminasi dalam Pendidikan; 
  2. Konvensi tentangPenghapusan terhadap Diskriminasi Rasial; dan 
  3. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Ketiga perjanjian tersebut diprioritaskan sebagai upaya penghapusan kesenjangan jender yang telah disepakati dalam Kerangka Kerja Aksi Dakar. Fokus tujuan PUS adalah anak-anak sehingga diprioritaskan pada Konvensi tentang Hak-hak Anak (KHA). Konvensi yang diratifikasi oleh 192 negara pada Desember 2003, memberi petunjuk umum terhadap usaha untuk memperbaiki akses pendidikan bagi anak-anak, dan menjelaskan hak-hak anak yang seyogianya diterapkan di bidang pendidikan. Keterkaitan antara pendidikan dan penghapusan kemiskinan, khususnya penhapusan pekerja anak, menjadi fokus dua perjanjian internasional.
Kedua perjanjian tersebut didukung oleh Organisasi Buruh Internasional yaitu :
  1. Konvensi tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja dan 
  2. Konvensi tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak. Hak atas pendidikan ditegaskan kembali oleh lima perjanjian inti HAM. Kelima perjanjian tersebut disajikan pada Tabel 1, disertai dengan jumlah negara yang telah meratifikasi sampai dengan Desember 2003. Tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh negara yang berpartisipasi setidak-tidaknya telah meratifikasi satu dari lima perjanjian yangada. Kelima perjanjian tersebut menentukan berbagai tahap dalam hak-hak untuk memperoleh pendidikan, mulai dari hak sipil dan politik, ekonomi, sosial dan budaya, hingga hak tiap anak. Besarnya jumlah negara peserta menunjukkan pengakuan dan penerimaan terhadap perjanjian tersebut. Sebagai contoh, Konvensi tentang Hak-hak Anak, telah disetujui oleh 192 peserta peserta, kecuali Amerika Serikat dan Somalia. Sekitar dua pertiga dari negara-negara di dunia terikat oleh Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Informasi lebih lanjut mengenai komitmen negara-negara dimaksu dterhadap perjanjiantersebut dapat diperoleh dari laporan-laporan negara yang bersangkutan. Masing masing negara secara berkala diminta untuk menyerahkan laporan yang menjelaskan tentang tindakan-tindakan praktis yang telah dilakukan untuk melindungi hak asasi manusia, termasuk hak atas pendidikan. 
Tabel 1: Prinsip perjanjian HAM dan Jumlah Negara Peserta,
Tabel di atas menunjukkan bahwa tidak semua negara telah melakukan ratifikasi terhadap perjanjian-perjanjian dimaksud. Dalam hal yang telah meratifikasi, beberapa negara kadang-kadang melakukan pencadangan(reservasi) sehingga membatasi penerapan di negara yang bersangkutan. Perjanjian-perjanjian
internasional tersebut tidak secara langsung diterapkan di banyak negara dan cenderung diubah sebagai peraturan-peraturan bersifat nasional. Akibatnya, strategi pendidikan nasional dikembangkan secara terpisah, dan kadang-kadang berbeda secara substansi. Agar terciptanya suatu sistem pendidikan yang berbasiskan HAM, diperlukan strategi yang seragam dalam sektor pendidikan dan mencakup hubungan lintas sektoral. Keuntungan pendidikan berbasis HAM antaralain: melalui integrasi, semua strategi pendidikan akan saling terkait dengan seluruh HAM dan kebebasan-kebebasan yang bersifat mendasar, sepertihalnya hak untukbekerja yang berperan penting dalam upaya penuntasan kemiskinan, hak untuk menikah dan membentuk suatu keluarga yang berdampak pada perubahan-perubahan demografi, dan hak untuk berpartisipasi dalam politik yang menyorot pentingnya pendidikan untuk membangun seluruh masyarakat. Setiap negara yang telah meratifikasi satu atau lebih dari perjanjian pada Tabel 1 di atas dipersyaratkan untuk melaporkan secara berkala tentang status implementasi. Laporan kemajuan tersebut merupakan penilaian diri terhadap keberhasilan negara untuk memenuhi kewajiban terhadap hak asasi manusia internasional dalam bidang pendidikan. Kelima laporan sesuai dengan masing-masing perjanjian yang diimplementasikan,memungkinkan ketersediaan informasi tentang usaha global untuk menjadikan pendidikan berbasiskan HAM menjadi kenyataan. Kerugian dengan cara pelaporan tersebut adalah kemungkinan terjadi tumpang tindih atau pengulangan informasi. Persiapan untuk penulisan laporan-laporan berkala tersebut memerlukan waktu dan tenaga baik bagi negara yang bersangkutan maupun bagi PBB. Dengan alasan ini, Sekretaris Jenderal PBB menyederhanakan, merampingkan, dan menyeragamkan apek-aspek yang berbeda dalam proses pelaporan. Panduan ini mengikuti alasan perbaikan dan menyajikan kewajiban-kewajiban HAM atas pendidikan dengan menggunakan skema yang memadukan inti dari kelima perjanjian tersebut. 
Kerangka Kerja Hukum Kewajiban hukum dari pemerintah terhadap hak atas pendidikan mengacu pada skema 4-A berikut: 
Availability (ketersediaan), mengacu pada tiga macam kewajiban pemerintah yaitu : 
  • pendidikan sebagai hak sipil dan politikmensyaratkan pemerintah untuk mengizinkan pendirian sekolah sekolah yang menghargai kebebasan terhadap pendidikan dan dalam pendidikan;
  • pendidikan sebagai hak sosial dan ekonomi mensyaratkan pemerintah untuk menjamin pendidikan wajib dan tanpa biaya bagi anak usia sekolah; dan
  • pendidikan sebagai hak budaya mensyaratkan dihargainya keragaman, khususnya hak-hak bagi kelompok minoritas dan penduduk asli.
Accessibility (keterjangkauan), berarti pemerintah harus menghapuskan praktik-praktik diskriminasi jender dan rasial dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia secara merata, dan pemerintah tidak sekedar puas dengan hanya pelarangan diskriminasi secara formal. Keterjangkauan itu berkenaan dengan jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi; pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan wajib dan tanpa biaya bagi seluruh anak usia sekolah. Hakatas pendidikan seyogianya diwujudkan secara progresif agar pendidikan wajib dan tanpa biaya dapat dilaksanakan sesegeramungkin, dan mempermudah akses untuk melanjutkan pendidikan setelah wajib belajar.
Acceptability (keberterimaan), mempersyaratkan penjaminan minimalmengenai mutu pendidikan, misalnya persyaratan kesehatan dan keselamatan atau profesionalisme bagi guru, tetapi cakupan yangsesungguhnya jauh lebih luas dari yang dicontohkan tersebut. Penjaminan tersebut harus ditetapkan, dimonitor dan dipertegas oleh pemerintah melalui sstem pendidikan, baik pada institusi pemerintah maupun swasta. Keberterimaan dapat diperluas melalui pemberdayaan peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia: penduduk asli dan mintoritas berhak memprioritaskan penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar. Sementara itu, pelarangan terhadap hukuman fisik harus dilakukan dengan mengubah metode-metode pembelajaran dan penerapan disiplin sekolah. Persepsi yang muncul tentang anak-anak sebagai subjek yang berhak ataspendidikan dan berhak dalam pendidikan telah diperluas batasannya dalam hal keberterimaannya yang mencakup isi kurikulum dan buku pelajaran, yang sekarang ini lebih dipertimbangkan dalam perspektifhak asasi manusia. 
Adaptability (kebersesuaian), mempersyaratkan sekolah untuk tanggap terhadap kebutuhan setiap anak, agar tetap sesuai dengan Konvensi tentang Hak-hak Anak. Hal ini mengubah pendekatan tradisional, yakni sekolah yang mengharapkan bahwa anak-anaklah yang harus dapat menyesuaikan terhadap berbagai bentuk pendidikan yang diberikan kepada mereka. Karena HAM tidak berdiri sendiri, kesesuaian menjamin diterapkannya hak asasi manusia dalam pendidikan dan memberdayakan HAM tersebut melalui pendidikan. Hal ini memerlukan analisis lintas sektoral atas dampak pendidikan terhadap hak asasi manusia, misalnya, memonitor tersedianya pekerjaan bagi lulusan dengan cara melakukan perencanaan terpadu antarsektor terkait.
Tabel 2 di bawah ini menjelaskan persyaratan hak asasi manusia yang mengikat pada masing-masing elemen di atas.
Tabel 2: Kewajiban Hak Asasi Manusia yang Inti dalam Pendidikan
Agar pendidikan benar-benar dihargai sebagai hak asasi manusia yang universal, kewajiban pemerintah, untuk itu, harus juga universal. Oleh karena itu, kerja sama internasional dipertimbangkan penting untuk me mfasilitasi berbagai aktivitas menuju pendidikan hak asasi manusia bagi negara-negara yang pada kenyataannya belum dapat menjamin yang disyaratkan secara minimum bagi semua anak. Statistik pendidikan dengan jelas menunjukkan bahwa tidak seluruh anak memperoleh mutu atau akses yang sama untuk pendidikan. Langkah pertama yaitu mengangkat ke permukaan isu-isu tentang penuntasan diskriminasi dan eksklusivitas. Apabila tidak diungkapkan, isu-isu tersebut hanya akan menimbulkan ketidakadilan dan eksklusivitas secara berkesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sangat penting untuk mengidentifikasi bagaimana kemiskinan muncul akibat pengabaian atau pelanggaran dari HAM. Anak perempuan dan kaum wanita khususnya sangat diabaikan untuk memperoleh penghasilan yang tinggi karena kesewenangan HAM: di banyak negara mereka tidak berhak untuk memiliki dan mewarisi tanah, tidak boleh untuk bekerja sendiri, atau memiliki rekening bank atas namanya sendiri. Reformasi-reformasi hukum danpelaksanaan hukum secara efektif diperlukan untuk menegaskan dan melindungi kesamaan hak untuk semua, yang harus ditekankan dengan pendanaan. Yang tidak kalah penting adalah proses desentralisasi pada kenyataannya mungkin mendukung ketidakadilan akses atas pendidikan, yangmenempatkan pembiayaan pendidikan menjadi semata-mata tanggung jawab masyarakat atau keluarga lokal yang tidak berpunya. Apabila pendidikan dibiayai oleh daerah, maka kesenjangan antara kelompok berpunya dan kelompok tidak berpunya akan menjadi besar, dan kelompok yang tidak berpunya akan semakin tertinggal oleh kelompok berpunya Kewajiban-Kewajiban Pemerintah yang lebih mampu secara finansial. Untuk mengatasi lingkaran setan ini diperlukan kerja sama yang erat dari berbagai pihak, baik secara perorangan maupun kelompok, baik dalam konteks lokal maupun nasional, untuk memprioritaskan dukungan terhadap pendidikan dan untuk menjamin distribusi yang merata dari dana yang ada. Hak-hak atas pendidikan pada prinsipnya melibatkan tiga pelaku utama; pemerintah sebagai pengada dan/atau badan penyandang dana untuk sekolah-sekolah negeri; anak-anak sebagai pemegang hak-hak atas pendidikan dan terkait dengan syarat-syarat wajib belajar; dan orang tua anak, yang sesungguhnya adalah “pendidik pertama.” Selain ketiga pilar utama tersebut harus dijamin kebebasan bagi orang tua untuk memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya dan tanggung jawab yang terkait dengan kebebasan tersebut. Namun demikian, minat anak harus diprioritaskan agar tidak terjadi konflik antara pilihan orang tua dan minat anak. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya monopoli pemerintah terhadap pendidikan dan untuk memproteksi munculnya pluralisme dalam pendidikan.



September 13, 2015

0 comments:

Posting Komentar