Pengertian Definisi Makna Hidup

Jumat, 30 Oktober 2015

A. Makna Hidup 
Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang dokter ahli penyaki saraf dan jiwa yang landasan teorinya disebut logoterapi. Kata logoterapi berasal dari kata ”logos” yang artinya makna (meaning)
atau rohani (spiritualy), sedangkan ”terapi” adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia disamping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning)
merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningfull life) yang didambakan (Frankl dalam Bastaman 2007). Pencarian akan makna hidup akan berlangsung setua manusia itu sendiri. Hal ini adalah karakteristik utama yang membedakan keberadaan manusia dengan hewan (Lukas, 1986).

Makna hidup adalah hal-hal yang dipandang penting, dirasakan berharga dan diyakini sebagai sesuatu yang bena r sarta dapat dijadikan tujuan hidupnya. Makna hidup bila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini berarti dan biasanya individu yang menemukan dan mengembangkannya akan terhindar dari keputusa saan (Bastaman, 1996). Makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, baik dalam keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, keadaan bahagia, dan penderitaan. Ungkapan seperti ”makna dalam derita” (meaning in suffering) atau ”hikmah dalam musibah” (blessing in disguise) menunjukkan bahwa dalam penderitaan sekalipun makna hidup akan tetap dapat ditemukan. Bila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan akan dirasakan berguna, berharga dan berarti (meaningfull) akan dialami. Sebaliknya bila hasrat ini tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless), hampa dan tidak berguna (Bastaman, 2007). 
 
Makna hidup merupakan bagian dari kenyataan hidup yang dapat dijumpai di dalam setiap kehidupan. Oleh karena itu, makna hidup dapat berubah-ubah sewaktu-waktu. Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun, tetapi hanya dapat dipenuhi jika dicari dan ditemukan oleh diri sendiri (Frankl, 1984). Individu dalam mencapai makna hidupnya harus menunjukkan tindakan dari komitmen yang muncul dalam dirinya. Melalui komitmen tersebut seseorang akan menjawab tantangan yang ada dan memberikan sesuatu kepada hidup individu yang mencarinya (Koeswara, 1992). 
 
B. Karakteristik Makna Hidup
Makna hidup sebagaimana dikonsepkan oleh Frankl (dalam Bastaman, 2007) memiliki beberapa karakteristik : 
  1. Makna hidup memiliki sifat yang unik, pribadi dan temporer. Artinya segala sesuatu yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna bagi dirinya biasanya bersifat khusus, berbeda dan tidak sama dengan makna hidup orang lain. Selain itu, makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun melainkan harus ditemukan sendiri (Frankl, dalam Bastaman 1996). 
  2. Makna hidup itu spesifik dan nyata, makna hidup dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari serta tidak selalu dikaitkan dengan hal-hal yang abstrak, tujuan-tujuan idealistis dan prestasi-prestasi akademis.
  3. Makna hidup memberi pedoman dan arah tujuan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan 
C. Sumber-Sumber Makna Hidup
Makna hidup menuntut keaktifan dan tanggung jawab individu untuk memenuhinya (Koeswara, 1992). Makna hidup tidak hanya ditemukan dalam keadaan yang menyenangkan, namun juga dapat ditemukan pada saat penderitaan. Dalam kehidupan, terdapat tiga bidang potensial yang mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidupnya. Ketiga nilai (values) ini merupakan sumber-sumber makna hidup, yang terdiri dari (Frankl, 1984) adalah :
  1. Nilai-nilai kreatif (Creative Values) Merupakan salah satu dari cara yang dikemukakan oleh logoterapi dalam memberikan arti bagi kehidupan yaitu dengan “melihat apa yang dapat diberikan bagi kehidupan ini (what we give to life). Melalui tindakan-tindakan kreatif dan menciptakan suatu karya seni, menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya (Frankl dalam Bastaman 2007).
  2. Nilai-nilai penghayatan (Experiental Values) Cara kedua adalah dengan melihat ”apa yang dapat kita ambil dari dunia ini” (what we take form the world).Dengan mengalami sesuatu, melalui kebaikan, kebenaran dan keindahan, dengan menikmati alam dan budaya atau dengan mengenal manusia lain dengan segala keunikannya. Selain itu cinta kasih dapat menjadikan seseorang me nghayati perasaan berarti dalam kehidupannya. Dengan mencintai dan merasa dicintai seseorang akan merasakan hidupnya penuh dengn pengalaman hidup yang membahagiakan (Frankl, dalam Bastaman 2007)
  3. Nilai-nilai bersikap (Attitudinal Values) Cara ketiga adalah “sikap yang diambil untuk tetap bertahan terhadap penderitaan yang tidak dapat dihindari” (the attitude we take toward unavoidable suffering), Yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi. Dalam hal ini yang diubah bukan keadaan namun sikap yang dapat diambil dalam menghadapi keadaan itu. 
D. Komponen-komponen yang Menentukan Keberhasilan dalam Pencarian Makna Hidup 
Bastaman (1996) mengemukakan komponen-komponen yang menentukan berhasilnya seseorang dalam merubah hidup dari penghayatan hidup tidak bermakna menjadi lebih bermakna. Komponen-komponen tersebut adalah:
  1. Pemahaman Diri (Self Insight), yakni meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik.
  2. Makna Hidup (Meaning of Life), yakni nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan pengarah-pengarah kegiatannya.
  3. Pengubahan Sikap (Changing Attitude), dari yang semula tidak tepat menjadi tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup, dan musibah yang tidak dapat terelakkan.
  4. Keikatan Diri (Self Commitment), terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan yang di tetapkan.
  5. Kegiatan Terarah (Directed Activities), yakni upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi, bakat, kemampuan, keterampilan yang positif serta pemanfaatan relasi antarpribadi untuk menunjang tercapainya makna hidup dan tujuan.
  6. Dukungan Sosial (Social Support), yakni hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia membantu pada saat-saat diperlukan.
E. Kelompok Orang yang Mencari Makna
Frankl (1884) membagi dua kelompok orang yang mencari makna:
1. People in Doubt 
Orang yang berada dalam keraguan, segala sesuatu terlihat buruk dan dipertanyakan. Mereka mencari tujuan hidup untuk dikejar, ide untuk dipercayai dan tugas untuk dipenuhi. Mereka menemukan diri mereka berada dalam kekosongan yang diistilahkan dengan existensial vacuum dan mereka tidak melihat adanya tujuan dalam hidup mereka, serta sedang mencari makna.
 
Pencarian makna ini jika tersangkut dalam suatu kondisi permanen keraguan, dan tidak ada perkembangan, mungkin akan menghasilkan neurotis serius, psikotis dan depresi. 
 
2. People in Despair 
People ini despair adalah mereka yang tadinya memiliki orientasi hidup yang bermakna, tetapi kemudian kehilangan makna itu akibat hilangnya rasa percaya diri atau menemukan bahwa makna tersebut mengecewakan. Kelompok ini terdiri dari mereka yan pernah mengejar dalam kesenangan, kekuasaan, kesejahteraan, menyadari mereka mengejar sesuatu yang tidak memiliki kelanjutan dan sekarang masih merasa kosong. Realitas ini dapat mengarah pada kemunduran, perasaan tidak bermakna dan pemikiran untuk bunuh diri. 
 
F. Penghayatan Hidup Bermakna
Individu yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tujuan hidup, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek akan lebih jelas terlihat dan kegiatan individu tersebut akan menjadi terarah (Frankl dalam Bastaman 2007). 
 
Menurut Schultz (1991) kehidupan baru terasa bermakna dan mengandung suatu arti ketika berhadapan dengan situasi yang penuh dengan penderitaan. Individu yang berhasil menghayati hidup bermakna akan menjalankan kehidupan sehari-hari dengan penuh gairah dan semangat serta jauh dari perasaan hampa, walaupun dalam situasi yang tidak menyenangkan atau dalam penderitaan (Budiraharjo, 1997). Kebermaknaan hidup dapat diwujudkan dalam sebuah keinginan untuk menjadi orang yang berguna untuk orang lain, apakah itu anak, istri, keluarga dekat, komunitas dan negara dan bahkan umat manusia (Ancok dalam Frankl 2003). Bastaman (1996) berdasarkan pada teori Frankl mengajukan suatu proposisi mengenai urutan pengalaman dan tahap-tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan hidup dari kondisi tidak bermakna (meaningless) menjadi bermakna (meaningfull). Proses tersebut digambarkan dalam skema 1
sebagai berikut : 
 
 
Selanjutnya tahap-tahap ini dapat di kategorikan atas lima kelompok tahapan berdasarkan urutannya, yaitu (Bastaman, 1996) : 
  1. Tahap derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna) Individu berada dalam kondisi hidup tidak bermakna. Mungkin ada peristiwa tragis atau kondisi hidup yang tidak menyenangkan.
  2. Tahap penerimaan diri (pemahaman diri, pengubahan sikap) Muncul kesadaran diri untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih baik lagi. Biasanya muncul kesadaran diri ini disebabkan banyak hal, misalnya perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari pengalaman orang lain atau peristiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah hidupnya selama ini.  
  3. Tahap penemuan makna hidup (penemuan makna dan penentuan tujuan hidup) Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam hidup, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup. Hal-hal yang dianggap penting dan berharga itu mungkin saja berupa nilai-nilai kreatif, seperti berkarya, nilai-nilai penghayatan seperti penghayatan keindahan, keimanan, keyakinan dan nilai-nilai bersikap yakni menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.
  4. d.Tahap realisasi makna (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup) Semangat hidup dan gairah kerja meningkat, kemudian secara sadar membuat komitmen diri untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah. Kegiatan ini biasanya berupa pengembangan bakat, kemampuan dan keterampilan. 
  5. Tahap kehidupan bermakna (penghayatan bermakna, kebahagiaan) Pada tahap ini timbul perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna dengan kebahagiaan sebagai hasil sampingnya. Bastaman (1996) mengatakan bahwa kenyataannya urutan proses tersebut dapat tidak diikuti secara tepat sesuai dengan konstruksi teori yang ada.
G. Penghayatan Hidup Tanpa Makna
Individu mungkin saja gagal dalam memenuhi hasrat untuk hidup dengan memiliki makna. Hal ini antara lain karena kurangnya kesadaran bahwa kehidupan dan pengalaman mengandung makna hidup potensial yang dapat ditemukan dan kemudian dikembangkan (Bastaman, 1996). Ada individu yang tidak dapat melihat adanya makna hidup dalam keadaan mereka yang buruk padahal makna hidup akan tetap ada. Terkadang kehidupan baru dapat mengandung suatu arti ketika berhadapan dengan situasi yang dipenuhi dengan penderitaan (Schultz, 1991). 
 
Ketidakberhasilan menghayati makna hidup biasanya menimbulkan frustasi eksistensial dan kehampaan eksistensial yang ditandai dengan hilangnya minat, berkurangnya insiatif, munculnya perasaan absurd dan hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa tidak berarti, serta bosan dan apatis (Koeswara, 1992). Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan dalam mengambil prakarsa (Bastaman, 2007). 
 
Penghayatan-penghayatan seperti digambarkan di atas mungkin saja tidak terungkap secara nyata, tetapi menjelma dalam berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasure) termasuk kegiatan seksual (the will to sex), bekerja (the will to work), dan mengumpulkan uang (the will to money)(Frankl dalam Bastaman 2007).



Oktober 30, 2015

0 comments:

Posting Komentar