Motivasi Kerja
Menurut Usmara (2006), motivasi kerja adalah suatu kumpulan kekuatan tenaga yang berasal baik dari dalam maupun dari luar individu yang memulai sikap dan menetapkan bentuk, arah serta intensitasnya. Kemudian, Hodgetts dan Luthans (2000) mengemukakan bahwa motivasi kerja sebagai proses psikologis melalui keinginan yang belum terpuaskan, yang diarahkan ke pencapaian tujuan atau insentif. Motivasi kerja adalah dorongan dari dalam diri seseorang untuk melaksanakan tugas yang ingin dilakukannya (Khan dan Mufti, 2012). Defenisidefenisi ini menunjukkan bahwa motivasi kerja menggambarkan suatu kekuatan yang menggerakan manusia untuk bersikap dengan cara tertentu.
Berdasarkan aktivasi perilaku, motivasi kerja dibagi atas dua yaitu : motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Porter, et al., 2003).
- Motivasi intrinsik adalah sesuatu yang datang dari dalam diri seseorang. Hal-hal yang berkaitan dengan faktor intrinsik, yaitu prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan kemajuan peluang kreatif atau menantang. Motivasi intrinsik dapat didefenisikan sebagai motivasi untuk melakukan suatu kegiatan untuk mengalami kesenangan dan kepuasan yang melekat dalam kegiatan tersebut. Potensi dan kompetensi seseorang yang dapat memenuhi kebutuhan individu secara otonom akan meningkatkan motivasi intrinsik seseorang (Porter, et al., 2003).
- Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor eksternal atau faktor dari luar diri seseorang. Faktor ekstrinsik juga disebut sebagai faktor higienis. Faktor eksternal yang dimaksudkan di sini adalah lingkungan perusahaan, yaitu kebijakan organisasi dan administrasi, hubungan interpersonal, pengawasan, kondisi kerja, gaji dan tunjangan yang disebut sebagai kompensasi.
Teori harapan adalah teori proses motivasi kerja yang menggambarkan motivasi kerja sebagai fungsi dari persepsi individu tentang lingkungan mereka dan harapan mereka (Ghazanfar, et al., 2011). Teori ini dikembangkan oleh Victor Vroom pada tahun 1964 seperti yang dikutip oleh Usmara (2006) menjelaskan bahwa seseorang termotivasi untuk berkinerja berdasarkan tiga hal berikut.
- Pengharapan bahwa suatu kinerja tertentu akan menghasilkan sesuatu yang diinginkan oleh orang tersebut.
- Pengharapan bahwa usaha yang dikerahkan akan menghasilkan kinerja yang diinginkan atau akan membuat perilaku yang diinginkan muncul.
- Pengharapan bahwa perilaku yang diinginkan seseorang pasti mengarah ke berbagai hasil.
Teori pengharapan menjadi kerangka teori yang paling banyak digunakan untuk studi empiris tentang kekhawatiran. Itulah sebabnya model ini dipilih untuk mengukur motivasi kerja karena merupakan representasi paling valid berkaitan dengan pekerjaan.
Menurut Staw 1991 seperti yang dikutip Usmara (2006) teori dua-faktor modern mengatakan bahwa faktor kerja dapat diklasifikasikan berdasarkan: apakah faktor tersebut memberikan kontribusi pada kepuasan dan ketidakpuasan karyawan. Teori ini menekankan bahwa segi-segi pekerjaan yang berbeda mempengaruhi perasaan puas dan tidak puas dari karyawan. Faktor-faktor yang mempengaruhi puas dan tidak puasnya karyawan ini dikelompokan dalam dua pengalaman berikut.
- Faktor yang mempengaruhi pengalaman yang memuaskan yaitu: pencapaian, penghargaan, pekerjaan itu sendiri dan tanggung jawab.
- Faktor yang mempengaruhi pengalaman yang tidak memuaskan yaitu: kondisi kerja yang lebih baik, hubungan interpersonal, supervisi dan kebijaksanaan organisasi.
Menurut Lawyer seperti yang dikutip oleh Usmara (2006) memandang teori motivasi Path Goal sebagai berikut.
- Orang termotivasi untuk melakukan sesuatu yang mereka rasa memiliki keuntungan yang tinggi dengan mengarahkan pada penghargaan atau reward yang mereka nilai. Seorang karyawan mengatakan ia puas terhadap pekerjaannya sebagai hasil dari pekerjaannya. Individu yang termotivasi untuk bekerja jika kebutuhan pentingnya terpuaskan.
- Sesorang termotivasi kerjanya sangat dipengaruhi oleh jumlah penghargaan yang diterimanya dari pekerjaannya. Tingkat kinerja seorang karyawan dipengaruhi oleh dasar pencapaian penghargaan atau reward. Singkatnya, asumsi dasar teori ini adalah orang melaksanakan pekerjaan dengan baik jika komitmen pada tujuan bisa diperkuat dengan menggunakan penghargaan dalam bentuk uang atau penghargaan konkret lainnya yang berpartisipasi dalam penetapan tujuan kerja.
Komitmen Karyawan
Menurut Steers (1977) pengertian komitmen atau keterikatan di bidang organisasi dapat dibagi dalam dua komponen utama berikut.
- Keterikatan formal pada suatu organisasi. Komitmen ini tidak disebutkan bahwa individu sangat tertarik atau memiliki perasaan yang positif terhadap organisasi, tetapi disebabkan oleh suatu kewajiban individu mempertahankan keanggotaannya.
- Keikatan atau komitmen yakni peristiwa di mana individu sangat tertarik pada atau mempunyai ikatan terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasinya.
Komitmen karyawan pada organisasi adalah sikap karyawan yang menunjukkan adanya keterikatan dirinya dengan organisasi itu (Porter, et al., 2003). Seorang karyawan memiliki komitmen yang tinggi jika ia merasa dirinya bagian dari organisasi tersebut. Sebaliknya, seorang karyawan yang memiliki komitmen yang rendah jika ia tidak merasa bagian dari organisasi itu. Komitmen yang dimiliki seorang karyawan bertumbuh dan berkembang sesuai pengenalan terhadap organisasi, lama bekerja dalam organisasi itu, imbalan yang diterimanya dan partisipasinya dalam organisasi tersebut. Perlakuan yang wajar dalam organisasi dan lingkungan yang harmonis dalam organisasi memungkinkan karyawan memiliki komitmen kerja yang tinggi.
Berdasarkan komponen komitmen kerja, Mayer dan Allen (1990) mengidentifikasi tiga jenis komitmen karyawan berikut.
1. Komitmen Afektif atau Affective Commitmen
Komitmen yang dimiliki seorang karyawan karena adanya ikatan emosional, identifikasi dan keterlibatannya pada organisasi. Karyawan memiliki keinginan atau kemauan bekerja bukan berdasarkan pertimbangan ekonomi melainkan keinginan atau kemauannya sendiri.
2. Komitmen Berkesinambungan atau Continuance Commitment
Komitmen terhadap organisasi terkait dengan imbalan yang akan ditanggung karyawan jika ia meninggalkan organisasinya. Karyawan akan memiliki komitmen yang tinggi untuk tetap bertahan pada pekerjaannya karena ia merasa membutuhkannya atau atas dasar kebutuhan.
3. Komitmen Normatif atau Normative Commitment
Komitmen karyawan terhadap organisasi yang berkaitan dengan kewajiban moral untuk tetap bertahan dalam organisasi. Dalam konteks ini, seorang karyawan mengambil keputusan untuk tetap berada dalam organisasi adalah keharusan atau kewajiban moral.
Jenis-jenis komitmen ini tidak mutlak dimiliki oleh setiap karyawan. Setiap karyawan mempunyai jenis komitmennya masing-masing dan kadarnya juga berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap karyawan memiliki perilaku dan komitmen yang berbeda-beda pula untuk mempertahankan pekerjaannya.
Kepuasan Kerja
Pada dasarnya setiap orang yang bekerja pasti berharap agar memperoleh kepuasan kerja dari tempat ia bekerja. Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Berikut ini ada beberapa defenisi berkaitan dengan kepuasan kerja.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal. Sebaliknya, seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaan dan tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek lainnya.
Robbins (2003) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang pekerja yakini seharusnya pekerja terima. Hal itu merupakan hasil dari persepsi mareka tentang pekerjaan. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja atau dari setiap aspek pekerjaan, dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu.
Menurut Staw (1991) menyatakan bahwa kepuasan kerja ditentukan oleh perbedaan antara yang diinginkan oleh seseorang dan yang dirasa dapat diterimanya. Semakin besar jumlah yang diinginkan melebihi jumlah yang diterima, ketidakpuasan juga semakin besar. Kepuasan dan ketidakpuasan kerja adalah suatu fungsi dari hubungan antara apa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya dan apa yang dia rasa ditawarkan oleh pekerjaannya (Staw, 1991). Dengan kata lain, kepuasan kerja adalah sikap yang positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap pekerjaannya melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting pekerjaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja terdiri dari (Luthans, 1998):
1. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh pekerjaan itu sendiri atau Work Itself
Seorang karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya karena pekerjaan yang dilakukannya itu sesuai dengan keinginan, bakat, keterampilan atau kemampuan yang dimiliki oleh pekerja itu sendiri. Seorang karyawan merasa cocok dan nyaman dengan pekerjaan tersebut dan hasilnya selalu memuaskan atau maksimal.
2. Kepuasan kerja yang dipengaruhi oleh gaji atau Pay
Seorang karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya karena sistem pemberian gaji atau kompensasi yang diberikan oleh perusahaan. Ia merasa kinerjanya sangat dihargai oleh manajemen organisasi dengan imbalan yang diterimanya.
3. Kepuasan kerja yang dipengaruhi oleh promosi atau Promotions
Seorang karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya karena penghargaan yang diberikan organisasi terhadap dirinya untuk mempromosikan jabatannya. Ia merasa puas dengan kepercayaan yang diberikan oleh manajemen perusahaan dalam bentuk tanggung jawab yang lebih kepada dirinya yang dilakukan secara adil.
4. Kepuasan kerja yang dipengaruhi oleh supervisi atau Supervision
Seorang karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya karena cara pengawasan, kepemimpinan dan penghargaan yang diterapkan oleh pihak perusahaan. Seorang karyawan merasa puas karena bentuk atau sistem manajemen yang dirasakan sesuai dengan keinginannya.
5. Kepuasan kerja yang dipengaruhi oleh rekan kerja atau Work Group
Seorang karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya karena relasi dan interaksinya dengan sesama rekan kerja dalam kelompoknya atau secara menyeluruh. Seorang karyawan merasa puas karena ia dapat bekerja sama dengan karyawan lain untuk mencapai tujuan organisasi.
6. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh kondisi kerja atau Work Condition
Seorang karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya karena kondisi kerjanya yang baik, seperti: bersih, tenang, tidak panas dan keadaan sekitarnya yang menarik membuat karyawan mudah untuk menemukan atau terbawa ke pekerjaan mereka. Kepuasan kerja ini hampir mirip dengan work group tetapi ia lebih pada kondisi lingkungannya.
Ward dan Sloane seperti yang dikutip oleh Koesmono (2005) mengatakan kepuasan kerja dalam suatu organisasi dapat diukur berdasarkan beberapa hal.
- Hubungan dengan rekan kerja
- Hubungan dengan pimpinan
- Keahlian pimpinan
- Lama kerja
- Kesempatan untuk membuat cara kerja sendiri
- Prospek karir
- Gaji yang sesuai dengan beban kerja atau tanggung jawab
- Jaminan keselamatan kerja
- Tanggung jawab pada pekerjaan
Hipotesis
H1 : Motivasi intrinsik berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan pada sebuah organisasi.
H2 : Komitmen afektif berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan pada sebuah organisasi.
Variabel Independen
0 comments:
Posting Komentar