A. Latar Belakang
Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta pemanasan
global yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan iklim dan hal ini
akan memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Untuk itu perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Meskipun sudah lewat tujuh tahun dari proses perubahan terakhir UUD 1945
pada tahun 2002, belum banyak pihak-pihak yang menaruh perhatian atas kajian
konstitusi yang bersentuhan dengan permasalahan lingkungan hidup. Padahal
ketentuan hasil perubahan membawa makna penting sekaligus secercah harapan bagi
tersedianya jaminan konstitusi atas keberlangsungan lingkungan di alam khatulistiwa
ini. Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 merupakan ketentuan kunci
tentang diaturnya norma mengenai lingkungan di dalam konstitusi. Secara berturutturut
kedua Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28H ayat (1) :
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. (huruf tebal dicetak oleh Penulis)
Pasal 33 ayat (4) :
''Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. (huruf tebal
dicetak oleh Penulis)
Berdasarkan kedua Pasal tersebut di atas maka sudah jelas bahwa UUD 1945
juga telah mengakomodasi perlindungan konstitusi (constitutional protection) baik
terhadap warga negaranya untuk memperoleh lingkungan hidup yang memadai
maupun jaminan terjaganya tatanan lingkungan hidup yang lestari atas dampak
negatif dari aktivitas perekonomian nasional.
Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa setiap warga negara berhak dan
memperoleh jaminan konstitusi (constitutional guranteee) untuk hidup dan
memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat untuk tumbuh dan berkembang.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1 angka (2)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Pengendalian dampak lingkungan hidup merupakan upaya untuk melakukan
tindakan pengawasan terhadap suatu aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang
terutama perusahaan-perusahaan yang menimbulkan dampak besar tehadap
lingkungan. Dalam hal ini dampak lingkungan hidup diartikan sebagai pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yng diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan.
Oleh karena itu upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi
kewajiban bagi negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap
menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.
Ketentuan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa pembangunan
berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
Pengelolaan lingkungan hidup memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan
budaya serta perlu dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi
lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal
dan kearifan lingkungan, sehingga lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan
dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan,
dan asas keadilan.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan standar
yang tidak hanya ditujukan bagi perlindungan lingkungan, melainkan juga bagi
kebijaksanaan pembangunan, artinya :
Dalam penyediaan, penggunaan, peningkatan kemampuan sumber daya alam
dan peningkatan taraf ekonomi, perlu menyadari pentingnya pelestarian fungsi
lingkungan hidup, kesamaan derajat antar generasi, kesadaran terhadap hak dan
kewajiban masyarakat, pencegahan terhadap pembangunan yang desktruktif
(merusak) yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan, serta
berkewajiban untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan
berkelanjutan pada setiap lapisan masyarakat.
Pembangunan bertemakan sustainable development sudah dilakukan di
banyak negara yang telah menghasilkan berbagai kemajuan di berbagai bidang, baik
bidang teknologi, produksi, manajemen ekonomi, pendidikan dan informasi yang
kesemuanya itu telah meningkatkan kualitas hidup manusia.
Oleh karena itu untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang dibutuhkan
sebuah perencanaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat memberikan jaminan, perlindungan, kepastian, dan arah bagi pembangunan.
Instrumen yang dibutuhkan itu menurut Lili Rasjidi adalah “hukum”. Hukum
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat.
Sifat ganda dari fungsi pembangunan adalah pada satu sisi berfungsi untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia (progresif), sedangkan pada sisi lainnya dapat
merosotkan kualitas hidup manusia (regresif). Untuk itu diperlukan suatu
perencanaan pembangunan dengan penetapan desain pembangunan, termasuk
perhitungan terhadap risiko dan cara mengatasi risiko tersebut. Di dalam suatu
masyarakat hukum fungsi perencanaan dan penanggulangan itu dilakukan dengan
pemanfaatan hukum.
Salah satu kegagalan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dalam
mengaktualisasikan pembangunan berkelanjutan menurut Mas Achmad Santosa
adalah “ketidakmampuan para penentu kebijakan untuk mengintegrasikan ketiga pilar
pembangunan berkelanjutan (ekologi, ekonomi, sosial budaya) dan ketiga pilar
tersebut dengan good governance ke dalam proses pengambilan keputusan kebijakan
negara”.
Selanjutnya Lili Rasjidi mengemukakan bahwa: “Hukum berfungsi mengatur,
juga berfungsi sebagai pemberi kepastian, pengamanan, pelindung dan penyeimbang,
yang sifatnya dapat tidak sekedar adaptif, fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Potensi hukum ini terletak pada dua dimensi utama dari fungsi hukum
yaitu fungsi preventif dan fungsi represif”. Hukum merupakan instrumen dari “sosial kontrol”, dan “sarana perubahan
sosial atau sarana pembangunan, maka pengaturan hukum diperlukan guna
mencegah dan menanggulangi dampak negatif dari pembangunan. Kebutuhan
terhadap pengaturan hukum secara komprehensif menjadi alasan bagi istilah
“pengaturan hukum” sebagai bagian dari keseluruhan judul penelitian ini. Pengaturan
hukum menurut Alvi Syahrin “mencerminkan bagaimana suatu bangsa berupaya
menggunakan hukum sebagai instrumen mencegah dan menanggulangi dampak
negatif dari pembangunan”.
Hukum lingkungan merupakan bidang ilmu yang masih muda yang
perkembangannya baru terjadi pada dua dasawarsa terakhir ini. Apabila dikaitkan
dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek lingkungan,
maka panjang atau pendeknya sejarah tentang peraturan tersebut tergantung daripada
apa yang dipandang sebagai “environmental concern” (perhatian terhadap
lingkungan).
Menurut Siti Sundari Rangkuti, bahwa “hukum lingkungan sebagai hukum
yang fungsional yang merupakan potongan melintang bidang-bidang hukum klasik
sepanjang berkaitan dan/atau relevan dengan masalah lingkungan hidup”.Artinya,
hukum lingkungan mencakup aturan-aturan hukum administrasi, hukum perdata, hukum pidana dan hukum internasional sepanjang aturan-aturan itu mengenai upaya
pengelolaan lingkungan hidup. Pencakupan beberapa bidang hukum ke dalam hukum
lingkungan berdasarkan pemikiran para pakar ekologi, bahwa “masalah lingkungan
harus dilihat dan diselesaikan berdasarkan pendekatan menyeluruh dan terpadu”.
Law enforcement atau penegakan hukum lingkungan terhadap pencemar dan
perusak lingkungan diperlukan sebagai salah satu jaminan untuk mewujudkan dan
mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan. Oleh karena itu, meningkatnya
kepatuhan pelaku pembangunan untuk menjaga kualitas fungsi lingkungan menjadi
sasaran prioritas di bidang penaatan lingkungan. Program-program di bidang
penaatan lingkungan ini mencakup: pengendalian pencemaran dan perusakan
lingkungan dan pengembangan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu
dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan
perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi,
perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan
konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi.
Sehingga perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan
pembangunan lain.
Fungsi preventif yaitu fungsi pencegahan, yang dituangkan dalam bentuk
pengaturan pencegahan yang pada dasarnya merupakan desain dari setiap tindakan
yang hendak dilakukan masyarakat, yang meliputi seluruh aspek tindakan manusia,
termasuk risiko dan pengaturan prediktif terhadap bentuk penanggulangan risiko itu.
Sedangkan represif adalah fungsi penanggulangan, yang dituangkan dalam bentuk
penyelesaian sengketa atau pemulihan terhadap kerusakan keadaan yang disebabkan
oleh risiko tindakan yang terlebih dahulu telah ditetapkan dalam perencanaan
tindakan itu.
Di bidang pengendalian pencemaran, penegakan hukum pidana dan
administrasi lingkungan menjadi salah satu kegiatannya. Indikatornya adalah
meningkatnya efektifitas penegakan hukum pidana dan administrasi lingkungan,
terlaksananya advokasi litigasi kasus pidana lingkungan, pembinaan dan optimalisasi,
peningkatan jumlah dan kapasitas Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil, serta terselenggaranya sistem penegakan hukum satu atap di
daerah.
Masih dalam lingkup pengendalian pencemaran, penegakan hukum perdata
dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan kegiatan utamanya.
Indikator kegiatan ini adalah meningkatnya efektifitas penegakan hukum perdata dan
penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan, terbentuknya jaringan antara
ahli, organisasi non politik (LSM), pengacara dalam penanganan gugatan lingkungan, tersedianya tata cara gugatan perdata tentang strict liability (tanggung jawab mutlak)
dan polluters pay principle (prinsip pencemar membayar) dan meningkatnya litigator
perdata lingkungan.
Penaatan hukum di bidang lingkungan hidup oleh para pelaku kegiatan di
bidang lingkungan hidup mutlak diperlukan untuk mencegah dampak negatif dari
kegiatan yang dilakukan. Menurut struktur ketatanegaraan di era otonomi daerah,
koordinasi pengelolaan lingkungan termasuk penaatan hukum berada di tingkat
Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota. Karena itu diperlukan kerja sama yang baik
antara institusi di tingkat pusat, dalam hal ini Kementerian Negara Lingkungan Hidup
dengan Badan Lingkungan Hidup Provinsi, utamanya dalam hal penguatan kapasitas
kelembagaan di bidang penegakan hukum.
Dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Nomor 32 tahun 2009, disebutkan bahwa untuk mewujudkan kualitas lingkungan
hidup yang lebih baik, diperlukan adanya fungsi pengawasan, pemantauan dan
penyidikan. Pengawasan dan penyidikan merupakan salah satu komponen penting
dalam penegakan hukum baik hukum administrasi, perdata maupun pidana.
Dalam melaksanakan pengawasan dan pemantauan kualitas lingkungan hidup
di daerah, Pemerintah Indonesia memiliki Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup
Daerah yang disingkat dengan (PPLHD) seperti yang diamanatkan dalam UndangUndang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009
bahwa dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
Peranan, fungsi dan kedudukan serta kewenangan PPLHD dimaksud lebih
dipertegas lagi dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 58
Tahun 2002 tentang Tata Kerja Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di
Provinsi/Kabupaten/Kota.
Dalam upaya penegakan hukum preventif dan represif, Badan Lingkungan
Hidup Provinsi Sumatera Utara yang selanjutnya disingkat dengan BLHSU
berkewajiban melakukan pengawasan dalam penerapan persyaratan izin dan
peraturan perundang-undangan di bidang hukum lingkungan dengan tujuan antara
lain untuk memastikan tingkat penaatan dari penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Untuk melaksanakan kewenangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah Provinsi Sumatera Utara telah dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara (BAPEDALDASU), sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 4 Tahun 2001 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Pelaksanaan kewenangan pengawasan dimaksud dibebankan kepada Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) Provinsi Sumatera Utara seperti yang diamanatkan oleh UUPPLH yang berada di bawah instansi BLH Provinsi Sumatera Utara. Bagaimana peranan PPLHD ini sangat bergantung dengan stakeholder di BLH Provinsi dan PPLHD itu sendiri. Dan tanggung jawab PPLHD itu juga kembali kepada pejabat pengawas dimaksud dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara.
Untuk melaksanakan kewenangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah Provinsi Sumatera Utara telah dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara (BAPEDALDASU), sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 4 Tahun 2001 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Pelaksanaan kewenangan pengawasan dimaksud dibebankan kepada Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) Provinsi Sumatera Utara seperti yang diamanatkan oleh UUPPLH yang berada di bawah instansi BLH Provinsi Sumatera Utara. Bagaimana peranan PPLHD ini sangat bergantung dengan stakeholder di BLH Provinsi dan PPLHD itu sendiri. Dan tanggung jawab PPLHD itu juga kembali kepada pejabat pengawas dimaksud dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara.
0 comments:
Posting Komentar